Ilmu Kalam

Kembali

    Persoalan Aqidah, (kepercayaan), dimasa sahabat dan tabi’ien adalah soal yang sudah tetap dan jelas berdasarkan Alqur’an dan Sunnah. Boleh dikatakan antara mereka tidak ada perselisihan pendapat dalam persoalan ini. Meskipun didalam Alqur’an terdapat beberapa ayat yang Mutasyabihaat, mereka tidak mempersoalkannya, karena khawatir bila ayat ayat itu ditakwilkan menurut pendapat mereka masing masing, akan membawa perselisihan dan mungkin menimbulkan perpecahan antara mereka sendiri, tetapi setelah agama islam dianut oleh umat umat yang dahulunya menganut bermacam macam agama dan madzhab yang dasarnya penuh dengan subhat dan keraguan, mereka tidak menerima suatu Aqidah, kecuali setelah diperdebatkan dan diperbandingkan dengan aqidah mereka yang lama, maka terpaksalah ulama’ islam melayani mereka dengan dalil dalil dan hujjah hujjah sesuai dengan cara cara mereka berpikir hal ini mendapat sokongan dan bantuan dari kahlifah khalifah, diantaranya Khalifah AlMahdi yang mendorong Ulama’ menulis dan menyusun Ilmu Kalam.

    Akhirnya dalam ilmu kalam ini timbul 2 golongan yang besar. Golongan pertama ialah golongan Al Jama’ah dan golongan yang kedua ialah golongan Mu’tazilah, yang menentang golongan pertama dalam beberapa masalah, golongan yang kedua ini dipelopori oleh “Washil bin Atha’ Madzhab ini di sokong dan dianut oleh pemimpin pemimpin pemerintahan Abbasiyah.

     Kemudian muncullah Abul Hasan Al Asy’ari yang berusaha mengkompromikan madzhab Al Jama’ah dengan Madzhab Mu’tazilah dan dia dapat mengemukakan suatu madzhab baru, yang kemudian dinamai Al Asy’ariyah”. Selain dari itu ada lagi madzhab yang lain, seperti madzhab Syi’ah, Khawarij, Abadhiyah dan lain lain.