Kembali
Imam Abu Dawud (817 / 202 H – meninggal di Basrah; 888 / 16 Syawal 275 H; umur 70–71 tahun) adalah salah seorang perawi hadits, yang mengumpulkan sekitar 50.000 hadits lalu memilih dan menuliskan 4.800 di antaranya dalam kitab Sunan Abu Dawud. Nama lengkapnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani. Untuk mengumpulkan hadits, beliau bepergian ke Arab Saudi, Irak, Khurasan, Mesir, Suriah, Nishapur, Marv, dan tempat-tempat lain, menjadikannya salah seorang ulama yang paling luas perjalanannya.
Imam Abu Dawud (817 / 202 H – meninggal di Basrah; 888 / 16 Syawal 275 H; umur 70–71 tahun) adalah salah seorang perawi hadits, yang mengumpulkan sekitar 50.000 hadits lalu memilih dan menuliskan 4.800 di antaranya dalam kitab Sunan Abu Dawud. Nama lengkapnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani. Untuk mengumpulkan hadits, beliau bepergian ke Arab Saudi, Irak, Khurasan, Mesir, Suriah, Nishapur, Marv, dan tempat-tempat lain, menjadikannya salah seorang ulama yang paling luas perjalanannya.
Bapak beliau yaitu Al
Asy'ats bin Ishaq adalah seorang perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari
Hamad bin Zaid, dan demikian juga saudaranya Muhammad bin Al Asy`ats termasuk
seorang yang menekuni dan menuntut hadits dan ilmu-ilmunya juga merupakan teman
perjalanan beliau dalam menuntut hadits dari para ulama ahli hadits.
Abu Dawud sudah
berkecimpung dalam bidang hadits sejak berusia belasan tahun. Hal ini diketahui
mengingat pada tahun 221 H, dia sudah berada di Baghdad, dan di sana beliau
menemui kematian Imam Muslim, sebagaimana yang beliau katakan: "Aku
menyaksikan jenazahnya dan mensholatkannya"
Walaupun sebelumnya
beliau telah pergi ke negeri-negeri tetangga Sajistaan, seperti khurasan,
Baghlan, Harron, Roi dan Naisabur.
Setelah beliau
masuk kota Baghdad, beliau diminta oleh Amir Abu Ahmad Al Muwaffaq untuk
tinggal dan menetap di Bashroh,dan beliau menerimanya,akan tetapi hal itu tidak
membuat beliau berhenti dalam mencari hadits.
GURU
Kemudian mengunjungi
berbagai negeri untuk memetik langsung ilmu dari sumbernya. Dia langsung berguru
selama bertahun-tahun. Di antara guru-gurunya adalah Imam Ahmad, Al-Qanabiy,
Sulaiman bin Harb, Abu Amr adh-Dhariri, Abu Walid ath-Thayalisi, Abu Zakariya
Yahya bin Ma'in, Abu Khaitsamah, Zuhair bin Harb, ad-Darimi, Abu Ustman Sa'id
bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan ulama lainnya.
MURID
Demikian pula
murid-murid beliau cukup banyak antara lain, yaitu:
1.
Imam Turmudzi
2.
Imam Nasa'i
3.
Abu Ubaid Al Ajury
4.
Abu Thoyib Ahmad bin
Ibrohim Al Baghdady (Perawi sunan Abi Daud dari beliau).
5.
Abu `Amr Ahmad bin Ali
Al Bashry (perawi kitab sunan dari beliau).
6.
Abu Bakr Ahmad bin
Muhammad Al Khollal Al Faqih.
7.
Isma`il bin Muhammad Ash
Shofar.
8.
Abu Bakr bin Abi Daud
(anak beliau).
9.
Zakariya bin Yahya As
Saajy.
10. Abu Bakr Ibnu Abi Dunya.
11. Ahmad bin Sulaiman An Najjar (perawi kitab Nasikh
wal Mansukh dari beliau).
12. Ali bin Hasan bin Al `Abd Al Anshory (perawi
sunan dari beliau).
13. Muhammad bin Bakr bin Daasah At Tammaar (perawi
sunan dari beliau).
14. Abu `Ali Muhammad bin Ahmad Al Lu`lu`y (perawi
sunan dari beliau).
15. Muhammad bin Ahmad bin Ya`qub Al Matutsy Al
Bashry (perawi kitab Al Qadar dari beliau).
Penyusunan Sunan Abu Dawud
Imam Abu Daud menyusun kitabnya di Baghdad. Minat utamanya adalah syariat, jadi
kumpulan hadits-nya berfokus murni pada hadits tentang syariat. Setiap hadits
dalam kumpulannya diperiksa kesesuaiannya dengan Al-Qur'an, begitu pula
sanadnya. Dia pernah memperlihatkan kitab tersebut kepada Imam Ahmad untuk
meminta saran perbaikan.
Kitab Sunan Abu Dawud
diakui oleh mayoritas dunia Muslim sebagai salah satu kitab hadits yang paling
autentik. Namun, diketahui bahwa kitab ini mengandung beberapa hadits lemah
(yang sebagian ditandai beliau, sebagian tidak).
Banyak ulama yang
meriwayatkan hadits dari beliau, di antaranya Imam Turmudzi dan Imam Nasa'i. Al
Khatoby mengomentari bahwa kitab tersebut adalah sebaik-baik tulisan dan isinya
lebih banyak memuat fiqh daripada kitab Shahih Bukhari dan Shahih
Muslim. Ibnul A'raby berkata, barangsiapa yang sudah menguasai Al-Qur'an
dan kitab "Sunan Abu Dawud", maka dia tidak membutuhkan kitab-kitab
lain lagi. Imam Al-Ghazali juga mengatakan bahwa kitab "Sunan Abu
Dawud" sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum.
Ia adalah imam dari imam-imam Ahlussunnah wal Jamaah yang hidup di Bashroh kota
berkembangnya kelompok Qadariyah,demikian juga berkembang disana pemikiran
Khowarij, Mu'tazilah, Murji'ah dan Syi'ah Rafidhoh serta Jahmiyah dan
lain-lainnya, tetapi walaupun demikian beliau tetap dalam keistiqomahan diatas
Sunnah dan beliaupun membantah Qadariyah dengan kitabnya Al Qadar,
demikian pula bantahan beliau atas Khowarij dalam kitabnya Akhbar Al Khawarij,
dan juga membantah terhadap pemahaman yang menyimpang dari kemurnian ajaran
Islam yang telah disampaikan olah Rasulullah. Maka tentang hal itu bisa dilihat
pada kitabnya As Sunan yang terdapat padanya bantahan-bantahan beliau terhadap
Jahmiyah, Murji'ah dan Mu'tazilah.
Ia wafat di kota Bashroh
tanggal 16 Syawal 275 H dan disholatkan janazahnya oleh Abbas bin Abdul Wahid
Al Haasyimy.
Biografi Imam Abu Dawud
Beliau lahir sebagai seorang ahli urusan hadits, juga dalam masalah fiqh dan
ushul serta masyhur akan kewara’annya dan kezuhudannya. Kefaqihan beliau
terlihat ketika mengkritik sejumlah hadits yang bertalian dengan hukum, selain
itu terlihat dalam penjelasan bab-bab fiqih atas sejumlah karyanya, seperti
Sunan Abu Dawud.
Al-Imam al-Muhaddist Abu
Dawud lahir pada tahun 202 H dan wafat pada tahun 275 H di Bashrah.
Sepanjang sejarah telah
muncul para pakar hadist yang berusaha menggali makna hadist dalam berbagai
sudut pandang dengan metoda pendekatan dan sistem yang berbeda, sehingga dengan
upaya yang sangat berharga itu mereka telah membuka jalan bagi generasi
selanjutnya guna memahami as-Sunnah dengan baik dan benar.
Di samping itu, mereka pun telah bersusah payah menghimpun hadits-hadits yang
dipersilisihkan dan menyelaraskan di antara hadits yang tampak saling
menyelisihi. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kewibawaan dari hadits dan
sunnah secara umum. Abu Muhammad bin Qutaibah (wafat 267 H) dengan kitab beliau
Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits telah membatah habis pandangan kaum Mu’tazilah yang
mempertentangkan beberapa hadits dengan al-Quran maupun dengan rasio mereka.
Selanjutnya upaya untuk
memilahkan hadits dari khabar-khabar lainnya yang merupakan hadits palsu maupun
yang lemah terus dilanjutkan sampai dengan kurun al-Imam Bukhari dan beberapa
penyusun sunan dan lainnya. Salah satu kitab yang terkenal adalah yang disusun
oleh Imam Abu Dawud yaitu sunan Abu Dawud. Kitab ini memuat 4800 hadits terseleksi
dari 50.000 hadits.
Beliau sudah berkecimpung dalam bidang hadits sejak berusia belasan tahun. Hal
ini diketahui mengingat pada tahun 221 H, beliau sudah berada di baghdad.
Kemudian mengunjungi berbagai negeri untuk memetik langsung ilmu dari
sumbernya. Beliau langsung berguru selama bertahun-tahun. Diantara guru-gurunya
adalah Imam Ahmad bin Hambal, al-Qa’nabi, Abu Amr adh-Dhariri, Abu Walid
ath-Thayalisi, Sulaiman bin Harb, Abu Zakariya Yahya bin Ma’in, Abu Khaitsamah,
Zuhair bin Harb, ad-Darimi, Abu Ustman Sa’id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan
lain-lain.
Sebagai ahli hukum, Abu
Dawud pernah berkata: Cukuplah manusia dengan empat hadist, yaitu: Sesungguhnya
segala perbuatan itu tergantung niatnya; termasuk kebagusan Islam seseorang
adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat; tidaklah keadaan seorang mukmin
itu menjadi mukmin, hingga ia ridho terhadap saudaranya apa yang ia ridho
terhadap dirinya sendiri; yang halal sudah jelas dan yang harampun sudah jelas
pula, sedangkan diantara keduanya adalah syubhat.
Beliau menciptakan karya-karya yang bermutu, baik dalam bidang fiqh,
ushul,tauhid dan terutama hadits. Kitab sunan beliaulah yang paling banyak
menarik perhatian, dan merupakan salah satu diantara kompilasi hadits hukum
yang paling menonjol saat ini. Tentang kualitasnya ini Ibnul Qoyyim
al-Jauziyyah berkata: Kitab sunannya Abu Dawud Sulaiman bin Asy’ats
as-sijistani rahimahullah adalah kitab Islam yang topiknya tersebut Allah telah
mengkhususkan dia dengan sunannya, di dalam banyak pembahasan yang bisa menjadi
hukum diantara ahli Islam, maka kepadanya hendaklah para mushannif mengambil
hukum, kepadanya hendaklah para muhaqqiq merasa ridho, karena sesungguhnya ia
telah mengumpulkan sejumlah hadits ahkam, dan menyusunnya dengan sebagus-bagus
susunan, serta mengaturnya dengan sebaik-baik aturan bersama dengan kerapnya
kehati-hatian sikapnya dengan membuang sejumlah hadits dari para perawi
majruhin dan dhu’afa. Semoga Allah melimpahkan rahmat atas mereka dan
memberikannya pula atas para penerusnya.