Kembali
Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari تَرْوِيْحَةٌ yang berarti waktu sesaat untuk istirahat. (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294) Dan تَرْوِيْحَةٌ pada bulan Ramadhan dinamakan demikian karena para jamaah beristirahat setelah melaksanakan shalat tiap-tiap 4 rakaat. (Lisanul ‘Arab, 2/462)
Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari تَرْوِيْحَةٌ yang berarti waktu sesaat untuk istirahat. (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294) Dan تَرْوِيْحَةٌ pada bulan Ramadhan dinamakan demikian karena para jamaah beristirahat setelah melaksanakan shalat tiap-tiap 4 rakaat. (Lisanul ‘Arab, 2/462)
Shalat yang dilaksanakan secara
berjamaah pada malam-malam bulan Ramadhan dinamakan tarawih. (Syarh Shahih
Muslim, 6/39 dan Fathul Bari, 4/294). Karena para jamaah yang pertama kali
bekumpul untuk shalat tarawih beristirahat setelah dua kali salam (yaitu
setelah melaksanakan 2 rakaat ditutup dengan salam kemudian mengerjakan 2
rakaat lagi lalu ditutup dengan salam). (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari,
4/294
Bab 1: Keutamaan Orang yang Mendirikan Shalat Sunnah
pada Bulan Ramadhan
985. Abu Hurairah r.a. mengatakan
bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mendirikan (shalat malam) Ramadhan
karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah
lampau.”
Ibnu Syihab berkata, “Kemudian
Rasulullah wafat sedangkan hal itu (shalat tarawih itu) tetap seperti itu.
Selanjutnya, hal itu pun tetap begitu pada masa pemerintahan Abu Bakar dan pada
masa permulaan pemerintahan Umar.”[1]
986. Abdurrahman bin Abd
al-Qariy[2] berkata, “Saya keluar bersama Umar ibnul Khaththab pada suatu malam
dalam bulan Ramadhan sampai tiba di masjid. Tiba-tiba orang-orang berkelompok-kelompok
terpisah-pisah. Setiap orang shalat untuk dirinya sendiri. Ada orang yang
mengerjakan shalat, kemudian diikuti oleh sekelompok orang. Maka, Umar berkata,
‘Sesungguhnya aku mempunyai ide. Seandainya orang-orang itu aku kumpulkan menjadi
satu dan mengikuti seorang imam yang pandai membaca Al-Qur’an, tentu lebih
utama.’ Setelah Umar mempunyai azam (tekad) demikian, lalu dia mengumpulkan
orang menjadi satu untuk berimam kepada Ubay bin Ka’ab.[3] Kemudian pada malam
yang lain aku keluar bersama Umar, dan orang-orang melakukan shalat dengan imam
yang ahli membaca Al-Qur’an. Umar berkata, ‘Ini adalah sebagus-bagus bid’ah
(barang baru). Orang yang tidur dulu dan meninggalkan shalat pada permulaan
malam (untuk melakukannya pada akhir malam) adalah lebih utama daripada orang
yang mendirikannya (pada awal malam).’ Yang dimaksudkan olehnya ialah pada
akhir malam. Adapun orang-orang itu mendirikannya pada permulaan malam.”
Catatan Kaki:
[1] Perkataan Ibnu Syihab pada
bagian ini adalah mursal. Tetapi, bagian pertamanya diriwayatkan secara
maushul, dan sudah disebutkan pada bagian akhir hadits Aisyah dalam hadits
nomor 398.
[2] Abd dengan harkat tanwin pada
huruf dal. Dan, al-Qariy dengan memberi tasydid pada huruf ya’, adalah nisbat
kepada Qarah bin Daisy, pegawai Sayyidina Umar yang mengurusi baitul mal kaum
muslimin.
[3] Diperintahkannya Ubay
mengimami orang banyak dengan sebelas rakaat sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Malik dengan sanad yang sahih, seperti yang telah saya tahqiq di dalam kitab
saya Shalat at-Tarawih (halaman 5254). Saya tegaskan di sana bahwa semua
riwayat dari Umar yang bertentangan dengan riwayat ini adalah tidak sah
isnadnya. Demikian juga yang diriwayatkan dari Ali dan Ibnu Mas’ud, semuanya
lemah, tidak sah, sebagaimana dapat Anda lihat penjelasannya di sana.