Kembali lihat NABI AYYUB AS sedikit beda versi
Nabi Ayub a.s. menggambarkan
manusia yang paling sabar, bahkan bisa dikatakan bahwa beliau berada di puncak
kesabaran. Sering orang mengagumi kesabaran kepada Nabi Ayub. Misalnya,
dikatakan: seperti sabarnya Nabi Ayub. Jadi, Nabi Ayub menjadi simbol kesabaran
dan cermin kesabaran atau teladan kesabaran pada setiap bahasa, pada setiap
agama, dan pada setiap budaya. Allah SWT telah memujinya dalam kitab-Nya yang
berbunyi:
“Sesungguhnya Kami dapati dia
(Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaih-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat
(kepada Tuhannya).” (QS. Shad: 44)
Nabi Ayub AS adalah salah seorang
nabi dari nabi-nabi Bani Israil dan salah seorang manusia pilihan dari sejumlah
manusia pilihan yang mulia. Allah telah menceritakan dalam kitab-Nya dan
memujinya dengan berbagai sifat yang terpuji secara umum dan sifat sabar atas
ujian secara khusus. Allah telah mengujinya dengan anaknya, keluarganya dan
hartanya, kemudian dengan tubuhnya. Allah SWT telah mengujinya dengan ujian
yang tidak pernah ditimpakan kepada siapa pun, tetapi ia tetap sabar dalam
menunaikan perintah Allah dan terus-menerus bertaubat kepada-Nya.
Setelah Nabi Ayub AS menderita
penyakit kronis dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana sahabat dan
familinya telah melupakannya, maka ia menyeru Rabbnya, “(Ya Rabbku),
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang
di antara semua penyayang.” (Al-Anbiya’: 83). Dikatakan kepadanya,
“Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.” (Shad: 42).
Nabi Ayub AS menghantamkan kakinya, maka memancarlah mata air yang dingin
karena hantaman kakinya tersebut. Dikatakan kepadanya, “Minumlah darinya serta
mandilah.” Nabi Ayub AS melakukannya, maka Allah Ta’ala menghilangkan penyakit
yang menimpa bathinnya dan lahirnya.
Kemudian Allah mengembalikan
kepadanya; keluarganya, hartanya, sejumlah ni’mat serta kebaikan yang
dikaruniakan kepadanya dalam jumlah yang banyak. Dengan kesabarannya itu maka
ia merupakan suri teladan bagi orang-orang yang sabar, penghibur bagi
orang-orang yang mendapat ujian atau ditimpa musibah serta pelajaran berharga
bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran.*
Ketika Nabi Ayub AS sakit, maka
ia menemukan kepingan uang milik istrinya yang diperoleh dari hasil
pekerjaannya melakukan sesuatu, sehingga ia bersumpah akan mencambuknya seratus
kali cambukan. Kemudian Allah meringankannya dari Nabi Ayub AS dan istrinya,
seraya dikatakan kepadanya: “Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput).”
Yakni seikat jerami, ilalang, tangkai atau yang lainnya sebanyak seratus biji,
kemudian pukullah ia dengannya “… dan janganlah kamu melanggar sumpah.” (Shad:
44). Yakni melanggar sumpahmu.
Dalam ayat di atas terdapat dalil
bahwa kifarat sumpah tidak disyari’atkan kepada seseorang sebelum syari’at
kita, serta kedudukan sumpah di hadapan mereka adalah sama dengan nazdar, yang
mesti dipenuhi.
Juga dalam ayat tersebut terdapat
dalil, bahwa bagi orang yang tidak mungkin dilaksanakan hukuman had atasnya karena
kondisinya yang lemah atau alasan lainnya, hendaklah diberlakukan kepadanya
hukuman yang disebut dengan hukuman tersebut, karena tujuan dari pemberlakuan
hukuman itu ialah pemberian rasa jera, bukan perusakkan atau penghancuran.
* Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Anas bin Malik RA dari Nabi SAW, beliau bersabda,
“Sesungguhnya Nabi Allah Ayub AS diuji dengan musibah tersebut selama delapan
belas tahun, dimana keluarga dekat serta keluarga yang jauh telah menolaknya
dan mengusirnya kecuali dua orang laki-laki dari saudara-saudaranya, dimana
keduanya telah memberinya makan dan mengunjunginya. Kemudian pada suatu hari
salah seorang dari kedua saudaranya itu berkata kepada saudaranya yang satu,
‘Demi Allah, perlu diketahui, bahwa Ayub telah melakukan suatu dosa yang belum
pernah dilakukan siapa pun di dunia ini.’ Sahabatnya itu bertanya, ‘Dosa apakah
itu?.’ Saudaranya tadi berkata, ‘Selama delapan belas tahun Allah tidak
merahmatinya, sehingga menyembuhkannya dari penyakit yang dideritanya.’ Ketika
keduanya mengunjungi Ayub AS maka salah seorang dari kedua saudaranya itu tidak
dapat menahan kesabarannya, sehingga ia menyampaikan pembicaraan tersebut
kepadanya. Ayub AS menjawab, ‘Aku tidak mengetahui apa yang kamu berdua
bicarakan, kecuali Allah Ta’ala telah memberitahukan; bahwa aku diperintah
untuk mendatangi dua orang laki-laki yang berselisih supaya keduanya mengingat
Allah. Sedang aku akan kembali ke rumahku dan menutup diri dari keduanya,
karena merasa benci mengingat Allah, kecuali dalam kebanaran.’”
Nabi SAW bersabda, “Ketika Ayub
AS pergi menunaikan hajatnya maka istrinya memegang tangannya hingga selesai.
Suatu hari istrinya datang terlambat dan Ayub AS menerima wahyu, ‘Hantamkanlah
kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.’ (Shad: 42) Ketika
istrinya datang dan bermaksud menemuinya, maka ia melayangkan pandangannya
dalam keadaan tertegun, dan Ayub AS menyambutnya dalam rupa dimana Allah telah
menyembuhkan penyakit yang dideritanya, dan rupanya sangat tampan seperti
semula. Ketika istrinya melihatnya, seraya bertanya, ‘Semoga Allah
memberkatimu, apakah engkau melihat nabi Allah yang sedang diuji? Demi Allah,
bahwa aku melihatnya mirip denganmu saat ia sehat.’ Ayub AS menjawab,
‘Sesungguhnya aku ini adalah dia.’ Ketika itu di hadapannya terdapat dua buah
gundukan yaitu gundukan gandum dan jewawut. Kemudian Allah mengirim dua buah
awan, dimana ketika salah satunya menaungi gundukan gandum, maka tercurah
padanya emas hingga penuh, sedangkan pada gundukan jewawut tercurah mata uang
hingga penuh.” (HR. Abu Ya’la, 3617, yang dishahihkan al-Hakim (2/581-582) dan
Ibnu Hibban (2091) serta al-Albani dalam kitab Shahîh-nya no. 17).