Bertanya mereka kepadanya: "Di manakah kepandaianmu dan tipu dayamu yang ampuh serta kelicinanmu menyebar benih was-was dan ragu ke dalam hati manusia yang biasanya tidak pernah sia-sia?" Seorang pembantu lain berkata: "Engkau telah berhasil mengeluarkan Adam dari syurga, bagaimanakah engkau lakukan itu semuanya sampai berhasilnya tujuanmu itu?"
"Dengan membujuk
isterinya", jawab Iblis. "Jika demikian" berkata syaitan itu
kembali, "Laksanakanlah siasat itu dan terapkanlah terhadap Ayyub,
hembuskanlah racunmu ke telinga isterinya yang tampak sudah agak kesal
merawatnya, namun masih tetap patuh dan setia."
"Benarlah dan tepat
fikiranmu itu," kata Iblis, "Hanya tinggal itulah satu-satu jalan
yang belum aku coba. Pasti kali ini dengan cara menghasut isterinya aku akan
berhasil melaksanakan akan maksudku selama ini."
Dengan rencana barunya pergilah
Iblis mendatangi isteri Ayyub, menyamar sebagai seorang kawan lelaki yang rapat
dengan suaminya. Ia berkata kepada isteri Ayyub: "Apa khabar dan bagaimana
keadaan suamimu di ketika ini?"
Seraya mengarahkan jari
telunjuknya ke arah suaminya, berkata isteri Ayyub kepada Iblis itu, tamunya:
"Itulah dia terbaring menderita kesakitan, namun mulutnya tidak
henti-hentinya berzikir menyebut nama Allah. Ia masih berada dalam keadaan
parah, mati tidak hidup pun tidak."
Kata-kata isteri Ayyub itu
menimbulkan harapan bagi Iblis bahwa ia kali ini akan berhasil maka
diingatkanlah isteri Ayyub akan masa mudanya di mana ia hidup dengan suaminya
dalam keadaan sihat, bahagia dan makmur dan di bawakannya kenang-kenangan dan
kemesraan. Kemudian keluarlah Iblis dari rumah Ayyub meninggalkan isteri Ayyub
duduk termenung seorang diri, mengenangkan masa lampaunya, masa kejayaan
suaminya dan kesejahteraan hidupnya, membanding-bandingkannya dengan masa di
mana berbagai penderitaan dan musibah dialaminya, yang dimulai dengan musnahnya
kekayaan dan harta-benda, disusul dengan kematian puteranya, dan kemudian yang
terakhirnya diikuti oleh penyakit suaminya yang parah yang sangat menjemukan
itu. Isteri Ayyub merasa kesepian berada di rumah sendirian bersama suaminya
yang terbaring sakit, tiada sahabat tiada kerabat, tiada handai taulan, semua
menjauhi mereka karena kuatir kejangkitan penyakit kulit Ayyub yang menular dan
menjijikkan itu.
Seraya menarik nafas panjang
datanglah isteri Ayyub mendekati suaminya yang sedang menderita kesakitan dan
berbisik-bisik kepadanya berkata: "Wahai sayangku, sampai bilakah engkau
tersiksa oleh Tuhanmu ini? Di manakah kekayaanmu, putera-puteramu,
sahabat-sahabatmu dan kawan-kawan terdekatmu? Oh, alangkah syahdunya masa
lampau kami, usia muda, badan sihat, sarana kebahagiaan dan kesejahteraan hidup
tersedia dikelilingi oleh keluarga dan terulang kembali masa yang manis itu?
Mohonlah wahai Ayyub dari Tuhanmu, agar kami dibebaskan dari segala penderitaan
dan musibah yang berpanjangan ini."
Berkata Ayyub menjawab keluhan
isterinya: "Wahai isteriku yang kusayangi, engkau menangisi kebahagiaan
dan kesejahteraan masa yang lalu, menangisi anak-anak kita yang telah mati
diambil oleh Allah dan engkau minta aku memohon kepada Allah agar kami
dibebaskan dari kesengsaraan dan penderitaan yang kami alami masa kini. Aku
hendak bertanya kepadamu, berapa lama kami tidak menikmati masa hidup yang
mewah, makmur dan sejahtera itu?" "delapan puluh tahun", jawab
isteri Ayyub. "Lalu berapa lama kami telah hidup dalam penderitaan
ini?" tanya lagi Ayyub. "Tujuh tahun", jawab si isteri.
"Aku malu", Ayyub
melanjutkan jawabannya," memohon dari Allah membebaskan kami dari
kesengsaraan dan penderitaan yang telah kami alami belum sepanjang masa
kejayaan yang telah Allah karuniakan kepada kami. Kiranya engkau telah termakan
hasutan dan bujukan syaitan, sehingga mulai menipis imanmu dan berkesal hati
menerima taqdir dan hukum Allah. Tunggulah ganjaranmu kelak jika aku telah sembuh
dari penyakitku dan kekuatan badanku pulih kembali. Aku akan mencambukmu
seratus kali. Dan sejak detik ini aku haramkan diriku makan dan minum dari
tanganmu atau menyuruh engkau melakukan sesuatu untukku. Tinggalkanlah aku
seorang diri di tempat ini sampai Allah menentukan taqdir-Nya."
Setelah ditinggalkan oleh
isterinya yang diusir, maka Nabi Ayyub tinggal seorang diri di rumah, tiada
sanak saudara, tiada anak dan tiada isteri. Ia bermunajat kepada Allah dengan
sepenuh hati memohon rahmat dan kasih sayang-Nya. Ia berdoa: "Wahai
Tuhanku, aku telah diganggu oleh syaitan dengan kepayahan dan kesusahan serta
seksaan dan Engkaulah wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang."
Allah menerima doa Nabi Ayyub
yang telah mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman serta berhasil
memenangkan perjuangannya melawan hasutan dan bujukan Iblis. Allah mewahyukan
firman kepadanya: "Hantamkanlah kakimu ke tanah. Dari situ air akan
memancur dan dengan air itu engkau akan sembuh dari semua penyakitmu dan akan
pulih kembali kesihatan dan kekuatan badanmu jika engkau gunakannya untuk minum
dan mandimu."
Dengan izin Allah setelah
dilaksanakan petunjuk Illahi itu, sembuhlah segera Nabi Ayyub dari penyakitnya,
semua luka-luka kulitnya menjadi kering dan segala rasa pedih hilang,
seolah-olah tidak pernah terasa olehnya. Ia bahkan kembali menampakkan lebih
sihat dan lebih kuat daripada sebelum ia menderita.
Dalam pada itu isterinya yang
telah diusir dan meninggalkan dia seorang diri di tempat tinggalnya yang
terasing, jauh dari jiran, jauh dari keramaian kota, merasa tidak sampai hati
lebih lama berada jauh dari suaminya, namun ia hampir tidak mengenalnya
kembali, kerana bukanlah Ayyub yang ditinggalkan sakit itu yang berada
didepannya, tetapi Ayyub yang muda belia, segar bugar, sihat afiat seakan-akan
tidak pernah sakit dan menderita. Ia segera memeluk suaminya seraya bersyukur
kepada Allah yang telah memberikan rahmat dan kurnia-Nya mengembalikan
kesihatan suaminya bahkan lebih baik daripada keadaan asalnya.
Nabi Ayyub telah bersumpah
sewaktu ia mengusir isterinya akan mencambuknya seratus kali bila ia sudah
sembuh. Ia merasa wajib melaksanakan sumpahnya itu, namun merasa kasihan kepada
isterinya yang sudah menunjukkan kesetiaannya dan menyekutuinya di dalam segala
duka dan deritanya. Ia bingung, hatinya terumbang-ambingkan oleh dua perasaan,
ia merasa berwajiban melaksanakan sumpahnya, tetapi isterinya yang setia dan
bakti itu tidak patut, kata hatinya, menjalani hukuman yang seberat itu.
Akhirnya Allah memberi jalan keluar baginya dengan firman-Nya: "Hai Ayyub,
ambillah dengan tanganmu seikat rumput dan cambuklah isterimu dengan rumput itu
seratus kali sesuai dengan sesuai dengan sumpahmu, sehingga dengan demikian
tertebuslah sumpahmu."
Nabi Ayyub dipilih oleh Allah
sebagai nabi dan teladan yang baik bagi hamba-hamba_Nya dalam hal kesabaran dan
keteguhan iman sehingga kini nama Ayyub disebut orang sebagai simbul kesabaran.
Orang menyatakan , si Fulan memiliki kesabaran Ayyub dan sebagainya. Dan Allah
telah membalas kesabaran dan keteguhan iman Ayyub bukan saja dengan memulihkan
kembali kesihatan badannya dan kekuatan fizikalnya kepada keadaan seperti masa
mudanya, bahkan dikembalikan pula kebesaran duniawinya dan kekayaan
harta-bendanya dengan berlipat gandanya. Juga kepadanya dikurniakan lagi
putera-putera sebanyak yang telah hilang dan mati dalam musibah yang ia telah
alami. Demikianlah rahmat Tuhan dan kurnia-Nya kepada Nabi Ayyub yang telah
berhasil melalui masa ujian yang berat dengan penuh sabar, tawakkal dan beriman
kepada Allah.