Pada waktu Nabi Ibrahim, kebanyakan rakyat di Mesopotamia beragama politeisme yaitu menyembah lebih dari satu Tuhan. Dewa Bulan atau Sin merupakan salah satu berhala yang paling penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi obyek utama penyembahan dan karenanya, astronomi merupakan bidang yang sangat penting. Sewaktu kecil nabi Ibrahim a.s. sering melihat ayahnya membuat patung-patung tersebut, lalu dia mencoba mencari kebenaran agama yang dianut oleh keluarganya itu.
Dalam al-Quran Surah al-Anaam
(ayat 76-78) menceritakan tentang pencariannya dengan kebenaran. Pada waktu
malam yang gelap, beliau melihat sebuah bintang (bersinar-sinar), lalu ia
berkata: “Inikah Tuhanku?” Kemudian apabila bintang itu terbenam, ia berkata
pula: “Aku tidak suka kepada yang terbenam hilang”. Kemudian apabila dilihatnya
bulan terbit (menyinarkan cahayanya), dia berkata: “Inikah Tuhanku?”
Maka
setelah bulan itu terbenam, berkatalah dia: “Demi sesungguhnya, jika aku tidak
diberi petunjuk oleh Tuhanku, niscaya aku menjadi kaum yang sesat”. Kemudian
apabila dia melihat matahari sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah
dia: “Inikah Tuhanku? Ini lebih besar”. Setelah matahari terbenam, dia berkata
pula: ` Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari apa yang
kamu sekutukan (Allah dengannya). Inilah daya pikiran yang dianugerahkan kepada
beliau dalam menolak agama penyembahan langit yang dipercayai kaumnya serta
menerima tuhan yang sebenarnya.