Kembali
Bukhari, Ibn al-Mandah, Abu Bakar al-Arabi, Abu Ya’la, Ibn al-Farra’, Ibrahim al-Harbi dan lain-lain berpendapat, Nabi Khidir a.s. tidak lagi hidup dengan jasadnya, ia telah wafat. Yang masih tetap hidup adalah ruhnya saja, yaitu sebagaimana firman Allah:
Bukhari, Ibn al-Mandah, Abu Bakar al-Arabi, Abu Ya’la, Ibn al-Farra’, Ibrahim al-Harbi dan lain-lain berpendapat, Nabi Khidir a.s. tidak lagi hidup dengan jasadnya, ia telah wafat. Yang masih tetap hidup adalah ruhnya saja, yaitu sebagaimana firman Allah:
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِن
مِّتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ
“Kami tidak menjadikan seorang pun
sebelum engkau (hai Nabi), hidup kekal abadi.” (al-Anbiya’: 34)
Hadits marfu’ dari Ibn Umar dan
Jabir (r.a.) menyatakan:
“Setelah lewat seratus tahun, tidak
seorang pun yang sekarang masih hidup di muka bumi.”
Ibn
al-Šalah, al-Tsa’labi, Imam al-Nawawi, al-Hafiz Ibn Hajar al-Asqalani dan kaum
Sufi pada umumnya; demikian juga jumhurul-‘ulama’ dan ahl al-šalah (orang-orang
saleh), semua berpendapat, bahwa Nabi Khidir a.s. masih hidup dengan jasadnya,
ia akan meninggal dunia sebagai manusia pada akhir zaman. Ibn Hajar al-Asqalani
di dalam Fath al-Bari menyanggah pendapat orang-orang yang menganggap Nabi
Khidir a.s. telah wafat, dan mengungkapkan makna hadits yang tersebut di atas,
yaitu uraian yang menekankan, bahwa Nabi Khidir a.s. masih hidup sebagai
manusia. Ia manusia makhsus (dikhususkan Allah), tidak termasuk dalam
pengertian hadits di atas.
Mengenai itu kami berpendapat:
1. Kekal berarti tidak terkena
kematian. Kalau Nabi Khidir a.s. dinyatakan masih hidup, pada suatu saat ia
pasti akan wafat. Dalam hal itu, ia tidak termasuk dalam pengertian ayat
al-Qur’an yang tersebut di atas selagi ia akan wafat pada suatu saat.
2. Kalimat ‘di muka bumi’ yang
terdapat dalam hadith tersebut, bermaksud adalah menurut ukuran yang dikenal
orang Arab pada masa itu (dahulu kala) mengenai hidupnya seorang manusia di
dunia. Dengan demikian maka Nabi Khidir a.s. dan bumi tempat hidupnya tidak
termasuk ‘bumi’ yang disebut dalam hadith di atas, karena ‘bumi’ tempat
hidupnya tidak dikenal orang-orang Arab.
3. Yang dimaksud dalam hal itu ialah
generasi Rasulullah s.a.w. terpisah sangat jauh dari masa hidupnya Nabi Khidir
a.s. Demikian menurut pendapat Ibn Umar, iaitu tidak akan ada seorang pun yang
mendengar bahwa Nabi Khidir a.s. wafat setelah usianya lebih darit seratus
tahun. Hal itu terbukti dari wafatnya seorang bernama Abu al-Thifl Amir,
satu-satunya orang yang masih hidup setelah seratus tahun sejak adanya kisah
tentang Nabi Khidir a.s.
4. Apa yang dimaksud ‘yang masih
hidup’ dalam hadits tersebut ialah: tidak ada seorang pun dari kalian yang
pernah melihatnya atau mengenalnya. Itu memang benar juga.
5. Ada pula yang mengatakan, bahwa
yang dimaksud kalimat tersebut (yang masih hidup) ialah menurut keumuman
(ghalib) yang berlaku sebagai kebiasaaan. Menurut kebiasaan amat sedikit jumlah
orang yang masih hidup mencapai usia seratus tahun. Jika ada, jumlah mereka
sangat sedikit dan menyimpang dari kaidah kebiasaaan; seperti yang ada di
kalangan orang-orang Kurdistan, orang-orang Afghanistan, orang-orang India dan
orang-orang dari penduduk Eropah Timur.
Nabi
Khidir a.s. masih hidup dengan jasadnya atau dengan jasad yang baru.
Dari semua pendapat tersebut, dapat
disimpulkan: Nabi Khidir a.s. masih hidup dengan jasad dan ruhnya, itu tidak
terlalu jauh dari kemungkinan sebenarnya. Tegasnya, Nabi Khidir a.s masih
hidup; atau, ia masih hidup hanya dengan ruhnya, mengingat kekhususan sifatnya.
Ruhnya
lepas meninggalkan Alam Barzakh berkeliling di alam dunia dengan jasadnya yang
baru (mutajassidah). Itupun tidak terlalu jauh dari kemungkinan sebenarnya.
Dengan demikian maka pendapat yang menganggap Nabi Khidir a.s. masih hidup atau
telah wafat, berkesimpulan sama; yaitu: Nabi Khidir a.s. masih hidup dengan
jasadnya sebagai manusia, atau, hidup dengan jasad ruhi (ruhani). Jadi, soal
kemungkinan bertemu dengan Nabi Khidir a.s. atau melihatnya adalah benar yang
sebenar-benarnya. Semua riwayat mengenai Nabi Khidir a.s. yang menjadi
pembicaraan ahlullah (orang-orang bertaqwa dan dekat dengan Allah S.W.T.)
adalah kenyataan yang benar terjadi.
Silahkan
lihat kitab Ušul al-Wušul karya Imam al-Ustaz Muhammad Zaki Ibrahim, Jilid I,
Bab: Kisah Khidir Bainas-Šufiyah Wa al-‘Ulama’. Dipetik dengan sedikit
perubahan dari al-Hamid al-Husaini, al-Bayan al-Syafi Fi Mafahimil Khilafiyah;
Lika-liku Bid‘ah dan Masalah Khilafiyah (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd,
1998, m.s. 488).
Bediuzzaman Said Nursi di dalam
Maktubat, al-Maktub al-Awwal, dari koleksi Rasail al-Nur.
Nursi menjawab satu persoalan…adakah
Sayyidina Khidr masih hidup?
Nursi menjawab ya…karena ‘hayah’ itu
5 peringkat. Nabi Khidr di peringkat kedua.
5 Peringkat ‘hayah’ itu ialah:
1. Kehidupan kita sekarang yang
banyak terikat pada masa dan tempat.
2. Kehidupan Sayyidina Khidr dan
Sayyidina Ilyas. Mereka mempunyai sedikit kebebasan dari ikatan seperti kita.
Mereka bisa berada di banyak tempat dalam satu masa. boleh makan dan minum
kapan saja mereka mau. Para Awliya’dan ahli kasyaf telah meriwayatkan secara
mutawatir akan wujudnya ‘hayah’ di peringkat ini. Sehingga di dalam maqam
‘walayah’ ada yang dinamakan maqam Khidr.
3.Peringkat ketiga ini seperti
kehidupan Nabi Idris dan Nabi Isa. Nursi kata, peringkat ini kehidupan nurani
yang menghampiri hayah malaikat.
4.Peringkat ini pula…ialah kehidupan
para syuhada’. Mereka tidak mati, tetapi mereka hidup seperti disebut dalam
al-Qur’an. Ustaz Nursi sendiri pernah musyahadah peringkat kehidupan ini.
5.Dan yang ini Hayah atau kehidupan
rohani sekalian ahli kubur yang meninggal
Wallahhua’lam. Subhanaka la ‘ilma
lana innaka antal ‘alimul hakim
Kisah
dalam al qur’an
Surat 018.
Al Kahfi ayat 60 – 82
60. dan (ingatlah) ketika Musa
berkata kepada muridnya[885]: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum
sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai
bertahun-tahun".
61. Maka tatkala mereka sampai ke
Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat
mengambil jalannya ke laut itu.
62. Maka tatkala mereka berjalan
lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita;
Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini".
63. Muridnya menjawab: "Tahukah
kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku
lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk
menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan
cara yang aneh sekali".
64. Musa berkata: "Itulah
(tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka
semula.
65. lalu mereka bertemu dengan
seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya
rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi
Kami[886].
66. Musa berkata kepada Khidhr:
"Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar
di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"
67. Dia menjawab: "Sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.
68. dan bagaimana kamu dapat sabar
atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal
itu?"
69. Musa berkata: "Insya Allah
kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan
menentangmu dalam sesuatu urusanpun".
70. Dia berkata: "Jika kamu
mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun,
sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu".
71. Maka berjalanlah keduanya,
hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata:
"Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan
penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang
besar.
72. Dia (Khidhr) berkata:
"Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak
akan sabar bersama dengan aku".
73. Musa berkata: "Janganlah
kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan
sesuatu kesulitan dalam urusanku".
74. Maka berjalanlah keduanya;
hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya.
Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia
membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang
mungkar".
75. Khidhr berkata: "Bukankah
sudah kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar
bersamaku?"
76. Musa berkata: "Jika aku
bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu
memperbolehkan aku menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur
padaku".
77. Maka keduanya berjalan; hingga
tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu
kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu
mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir
roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu
mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
78. Khidhr berkata: "Inilah
perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
79. Adapun bahtera itu adalah
kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan
bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap
bahtera.
80. dan Adapun anak muda itu, Maka
keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong
kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
81. dan Kami menghendaki, supaya
Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya
dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
82. Adapun dinding rumah adalah
kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda
simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka
Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan
mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku
melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".
--------------------------------------------------------------------------------------
[885] Menurut ahli tafsir, murid
Nabi Musa a.s. itu ialah Yusya 'bin Nun.
[886] Menurut ahli tafsir hamba di
sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan
kenabian. sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib
seperti yang akan diterangkan dengan ayat-ayat berikut.
--------------------------------------------------------------------------------------