Sholat Sunat Hajat merupakan sholat sunat yang didirikan untuk memohon hajat atau ketika berada dalam permasalahan dan kesukaran. Ia dilakukan bagi mengharapkan pertolongan daripada Allah SWT dan memohon sesuatu perkara atau menolak sesuatu yang tidak diingini agar apa yang dihajati itu dikabulkan. Walau bagaimana pun ia hendaklah disertai dengan keazaman dan usaha yang gigih di samping bertawakal kepada Allah Yang Maha Pencipta.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesiapa saja yang mempunyai hajat kepada Allah SWT atau kepada seorang manusia, maka hendaklah ia berwuduk dengan sebaik-baiknya kemudian dia bersholat dua raka’at.” (Riwayat At-Tarmizi)
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad shahih dari Abu Darda’ bahawa Rasulullah SAW bersabda: “Sesiapa saja berwudhuk dan menyempurnakannya, kemudian sholat dua raka’at dengan sempurna, niscaya Allah memberikan apa saja yang dimintanya, sama ada cepat ataupun lambat.”
.
Sholat sunat ini mempunyai kelainan kerana pada sujud yang terakhir, mukmim yang melakukan sholat hajat itu perlu memuji-muji Allah SWT disertakan dengan niat apa yang dihajati atau hendak dicapai. Sesudah melakukan sholat hajat, perlu berdoa sekali lagi agar permintaan mudah dikabulkan.
.
Sholat hajat boleh didirikan secara sendirian atau berjemaah, pada waktu siang maupun malam hari. Lebih afdal sholat sendirian waktu suasana sunyi selepas tengah malam (selepas 2/3 malam, iaitu 1/3 malam terakhir) karena ianya lebih berkesan, lebih khusyuk dan amat hening suasananya.
.
Sholat Sunat Hajat dilakukan dengan berbagai cara dan boleh didirikan sehingga 12 rakaat dan paling sedikit adalah 2 rakaat. Sholat sunat ini agak sedikit berbeda karena pada sujud yang terakhir, mukmim yang melakukan sholat hajat itu perlu memuji-muji Allah dan disertakan dengan niat hajat yang hendak dicapai. Sesudah melakukan sholat hajat, perlu berdoa sekali lagi agar permintaan mudah di kabulkan.
Secara ringkas, tata cara sholat hajat adalah sebagai berikut:
- Niat sholat hajat
- Takhbiraatul ikhram (berdiri bagi yang mampu)
- Membaca doa Iftitah
- Membaca surat Al-Fatihah
- Membaca salah satu surat dari Alquran. Mengenai bacaan surat Alquran sebenarnya bisa surat mana saja. Tapi lebih diutamakan jika pada raka'at pertama Surat Al-Karifuun sebanyak 3 kali.
- Ruku’ dengan tuma’ninah
- I’tidal dengan tuma’ninah
- Sujud dengan tuma’ninah
- Duduk di antara 2 sujud dengan tuma’ninah
- Sujud kedua dengan tuma’ninah
- Berdiri untuk melaksanakan raka’at kedua
- Membaca surat Al-Fatihah
- Membaca salah satu surat dari Alquran. Mengenai bacaan surat Alquran sebenarnya bisa surat mana saja. Tapi lebih diutamakan jika pada raka'at kedua Surat Al-Ikhlas sebanyak 3 kali.
- Ruku’ dengan tuma’ninah
- I’tidal dengan tuma’ninah
- Sujud dengan tuma’ninah
- Duduk di antara 2 sujud dengan tuma’ninah
- Sujud kedua dengan tuma’ninah
- Tahiyyat akhir dengan tuma’ninah
- Salam
Wirid Setelah Sholat Hajat
.
Pertama, adalah dzikir sholat hajat. Dibaca setelah selesai sholat.
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ لاَ تَدَعْ لِى ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِىَ لَكَ رِضًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
a. Istighfar (10 / 100 kali)
“As-tagh-fi-rul-laah, Rab-bi min kul-li zan-bi wa-a-tuu-bu i-laih.”
.
b. Zikir
“Laa-i-la-ha il-lal-laah, Mu-ham-mad-da ro-suu-lul-laah.”
“Allaahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihii Sayyidinaa Muhammadin.”
..
Doa Sholat Hajat
.
Teruslah memohon hajat yang dikehendaki sewaktu masih bersujud. Kemudian duduk semula dan bacalah doa berikut:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِىِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّى تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّى فِى حَاجَتِى هَذِهِ فَتُقْضَى لِى اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِىَّ
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu dan menghadap kepadaMu dengan Nabiku Muhammad, Nabi (pembawa) rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku menghadap kepada Tuhanku denganmu dengan kebutuhanku ini agar dipenuhiNya. Ya Allah, terimalah syafaatnya padaku.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Hadits ini sekaligus membentulkan redaksi hadits yang anti sebutkan di dalam pertanyaan di atas. Dan saya tidak menemukan hadits itu diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Jika anti bisa menyebutkan redaksi arabnya, insya Alah saya akan berusaha mencarinya dan menjelaskan kedudukannya.
Dalam mengomentari hadits ini Syekh Nashiruddin Al Al Bani mengatakan bahwa hadits riwayat Ibnu Majah itu adalah lemah sekali. Sedangkan Imam Turmudzi memberikan komentar terhadap hadits yang beliau sendiri riwayatkan bahwa hadits itu adalah Gharib. Dan beliau menjelaskan bahwa sanad hadits itu adalah lemah karena ada seorang rawi yang dilemahkan oleh para ahli hadits. Demikian juga yang dikatakan oleh Imam Al hafidz Al ‘Iroqi dalam mentakhrij hadits-hadits Ihya’ Ulumuddin (I/207). Beliau juga sepakat terhadap kedla’ifan hadits ini.
Ada juga hadits yang lain yang yang disebutkan oleh Imam Ghazali di dalam Kitab Ihya’nya yang menjelaskan bahwa shalat hajat itu berjumlah dua belas raka’at, dimana pada setiap raka’atnya membaca AL Fatihah, kemudia ayat kursi dan Surat Al Ikhlash. Tetapi hadits ini juga dla’if. Al Hafidz Al ‘Iraqi mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Abu Manshur Ad Dailami di dalam Kitab Musnadul Firdaus dengan dua buah sanad dan masing-masing sanadnya adalah dla’if sekali.
Solusinya adalah jika memiliki suatu hajat yang besar yang cukup merepotkan kita, maka bangunlah pada malam hari di sepertga terakhir, kemudian lakukanlah shalat tahajut seperti biasa dua raka’at dua raka’at salam. Kalau bisa delapan raka’at seperti yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka itulah yang terbaik. Kemudian tutuplah dengan shalat witir tiga raka’at. Lalu berdo’alah kepada Allah dengan sungguh-sungguh, kalau bisa menangis, menangislah. Kalau tidak bisa menangis, belajarlah supaya menangis, insya Allah akan dikabulkan oleh Allah. Maka, do’a adalah solusi yang tiada bandingannya. Bukankah do’a itu adalah otak dan inti dari ibadah. Atau pilihlah berdo’a pada waktu-waktu yang diduga sebagai waktu istijabah, misalnya pada waktu khatib duduk diantara dua khutbah bagi laki-laki yang melaksanakan shalat jum’at, pada waktu antara adzan dan iqomah, pada Hari Jum’at pada umumnya dan lain-lain.
Jika kita merasa do’a kita belum terkabulkan maka :
Jadi kesimpulanya adalah shalat istikharah jelas legalitasnya dan shalat hajat kurang jelas legalitasnya. Saya tidak merekomendasikan melaksanakan shalat hajat ini. Jika ada sesuatu yang jelas legalitasnya, yaitu do’a dan shalat malam, maka mengapa kita melakukan sesuatu yang tidak jela legalitanya ?.
Semoga jawaban ini berguna. Dan sekali lagi terima kasih atas pertanyaannya. Sangat sangat senang jika ada yang bertanya. Yang penting serius, insya Allah akan saya jawab.

