Kembali
Didalam Alqur’anul karim ada ayat ayat yang Muhkhamat (terang dan jelas artinya) dan ayat ayat Mutasyaabihaat (kurang terang dan kurang jelas artinya) . para sahabat dalam memahami ayat ayat Alqur’an itu mempunyai pendapat yang berlainan, karena berbeda cara memahaminya, seperti perbedaan mengenai “Shalaatul Wustha” surat 002. Al Baqarah ayat 238 :
Didalam Alqur’anul karim ada ayat ayat yang Muhkhamat (terang dan jelas artinya) dan ayat ayat Mutasyaabihaat (kurang terang dan kurang jelas artinya) . para sahabat dalam memahami ayat ayat Alqur’an itu mempunyai pendapat yang berlainan, karena berbeda cara memahaminya, seperti perbedaan mengenai “Shalaatul Wustha” surat 002. Al Baqarah ayat 238 :
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ
الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ (٢٣٨)
238.
peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[8]. Berdirilah
untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.
------------------------------------------------------------------------------
[8]
Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada
yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar.
menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu
dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
-------------------------------------------------------------------------------
Sebagian
menerangkan bahwa yang dimaksud dengan shalat wustha ialah shalat ashar, sedang
yang lain menerangkan bahwa yang dimaksudkan itu adalah shalat subuh. Demikian
juga dengan “Ath thuur” dalam surat 095. At Tiin ayat 2
وَطُورِ سِينِينَ (٢)
2.
dan demi bukit Sinai[9],
Surat 002. Al Baqarah ayat 63
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ
وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ (٦٣)
63.
dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung
(Thursina) di atasmu
Ialah bukit pada umumnya, sedang Ibnu
Abbas berpendapat bahwa yang dimaksudkan itu ialah bukit “Thursina” dan yang
lain berpendapat, bahwa yang dimaksudkan itu ialah bukit yang bertumbuh
tumbuhan..
Karena
adanya perbedaan ini, maka ahli ahli tafsir dalam menafsirkan ayat ayat
Alqur’an, lalu berpegang pada Tafsiran Rosulullah dan hadist (Al hikmah),
apabila mereka tidak mendapatkan hadist hadist, maka lalu berIjtihad sendiri
dengan berpedoman pada ayat ayat yang lain dan hadist hadist yang ada. Kadang
kadang mereka juga berpedoman pada sejarah, terutama yang berhubungan dengan
ayat ayat yang mengenai kisah kisah orang dahulu.
Pada mulanya tafsir tafsir itu hanya
mengenal beberapa surat atau kumpulan daripada tafsiran beberapa ayat saja,
barulah pada masa pemerintahan Abbasiyah ada tafsir yang lengkap meliputi
seluruh Alqur’an. Diantara tokoh tokoh ahli tafsir pada periode pertama ialah
Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H ), Waki’
bin Jarrah (wafat 198 H ), Ishaq
bin Rahawah (wafat 238 H ), Muqatil
bin Sulaiman Al Balhi dan Al Farra’. Ahli
ahli tersebut berdasarkan tafsir mereka kepada tafsir Ibnu Abbas.
Tokoh tokoh yang termasyhur pada
periode kedua ialah Muhammad bin Jarier Ath Thabari , tafsirnya dianggap tafsir
yang besar yang berdasarkan Madzhab salaf, kemudian diikuti oleh Ats Tsa’ labi
dan Al Wahidi. Sesudah itu barulah muncul beberapa ahli tafsir yang memasukkan
dalam tafsirnya perubahan perubahan mengenai bermacam macam ilmu, seperti
Nahwu, Fiqih, Ushul Fiqh, Ilmu Kalam, Balaghah dan Kisah kisah.