Siapakah yang digolongkan ke dalam firqah Ahli’s-Sunnah wal-Jama’ah itu? diantara mereka yang mennyatakan termasuk ke dalam firqah Ahli’s-Sunnah itu ialah sebagaimana yang dicatatkan oleh al-Baghdadi dalam al-Farq baina’lFiraq nya.’
Dinyatakan bahwa mereka itu
terdiri dari delapan golongan.
Pertama mereka
yang mempunyai dan berkeyakinan tentang bab-bab mengesakan Allah, nubuwwah,
hukum-hukum wa’id Oanjl memberi balasan baik kepada mereka yang melakukan
kebaikan) dan wa’id (yaitu janji memberi balasan jahat kepada mereka yang
melakukan kejahatan jika tidak diampuni), pahala, balasan azab, syarat-syarat
ijtihad dan imamah, serta mereka menjalani jalan agama yang demikian ini.
Mereka ini termasuk dari golongan mutakallimin yang bebas dari tashbih dan
ta’til dari perkara-perkara bid’ah Rawafid, Khawarij, Jahmiyah, Najjariyah dan
lain-lain golongan sesat yang mengikuti hawa nafsu.
Kedua mereka
yang terdiri dari imam-imam dalam ilmu fiqih yang terdiri dari dua golongan
pula, yaitu mereka yang berpegang kepada hadits (dan tidak begitu berpegang
kepada pikiran, nya) dan yang berpegang kepada hadits (setelah berpegang kepada
Qur’an); mereka ini terdiri dari golongan yang beri’tikad tentang dasar-dasar
agama (ushuluddin) mazhab yang percaya kepada sifat-sifat Allah, ZatNya dan
mereka yang bersih dari berpegang Qadariyah dan Mu’tazilah. Mereka percaya
kepada harusnya memandang Wajah Allah di akhirat dengan pandangan mata tanpa
hijab dan ta’til, serta mereka mempercayai hari bangkit dari kubur serta
pertanyaan Munkar dan Nakir di dalamnya, juga percaya kepada telaga Nabi,
Shirat, Syafa’at dan keampunan dosa dan mereka tidak menduakan Allah. Mereka
percaya kepada kekalnya ni’mat surga kepada ahlinya dan kekalnya azab neraka
kepada ahlinya. Na,udhi billahi min dhalik.
Mereka percaya kepada Imamah
(kholifah) Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali serta mereka memuji golongan
salaf as-Salih dengan pujian yang baik dan mereka berpegang kepada wajibnya
sembahyang juma’at di belakang para imam Jumu’at dan membersihkan diri mereka
dari bid’ah, ahli hawa nafsu yang menuruti keinginan mereka dalam Pegangan itu.
Mereka ini juga berpegang kepada wajibnya istinbat hukum hukum Syari’at dari
Qur’an dan Sunnah dan ijma’ para Sahabat, serta mereka memegang kepada ajaran
yang harus menyapu sepatu panjang (dalam wudhu’) dan berlakunya tiga talak, dan
juga mereka mengharamkan mut’ah serta berpegang kepada wajibnya taatnya kepada
Sultan di dalam perkara yan bukan ma’siat terhadap Allah.
Termasuk ke dalam golongan ini
ialah para pengikut imam-imam Malik, Syafi’i, Auza’i, al-Thauri Abu Hanifah,
Ibn Abi Laila juga para pengikut Abi Thaur, Ahmad bin Hanbal dan ahli zahir dan
lain-lain ulama fiqih yang berpegang kepada Perkara-perkara yang bisa dicapai
dengan akal dan berpegang kepada asal usul sifat Allah serta tidak mencampur
adukkan fiqihnya dengan suatu dari bid’ah-bid’ah sesat dari mereka yang
mengikuti hawa nafsu yang sesat.
Golongan Ahlis-Sunah Yang ketiga ialah mereka yang mempunyai ilmu yang cukup
tentang jalan-jalan riwayat hadits hadits Nabi S.A.W. serta sunnah-sunnah yang
datang dari Baginda S.A.W. serta mereka bisa membedakan antara riwayat-riwayat
yang sahih, yang ‘palsu’, 'mursal' dan mereka tahu tentang sebab-sebab ‘cacat’nya
para periwayat, dan ‘adil’nya mereka (dan oleh karena itu riwayat mereka bisa
diterima) dan mereka tidak mencampur adukkan ilmu mereka itu dengan sesuatu
dari ahli hawa nafsu yang sesat.
Golongan yang keempat ialah mereka yang mempunyai ilmu mencukupi
tentang sastera dan nahwu serta tasrif serta mereka Yang mengikuti perjalanan
imam-imam dalam ilmu bahasa seperti al-Khali’l, Abu ‘Amru bin al-’Ala,
Sibawaih, al-Farra’, al-Akhfash, al-Asma’i, al-Mazini dan Abi ‘Ubaid, dan
lain-lain yaitu imam dalam nahwu yang terdiri dari golongan orang-orang Kufah
dan Basrah Yang tidak mencampur adukkan ilmu mereka dengan bid’ah-bid’ah sesat
dari kaum-kaum sesat itu, seperti kaum Qadariyah, Rafidah atau Khawarij. Siapa
saja dari mereka yang cenderung kepada sesuatu kepada aliran bid’ah sesat kaum
sesat itu, maka mereka tidak termasuk ke dalam golongan Ahli’s-Sunnah
wal-Jama’ah dan pendapatnya dalam lughat dan nahwu tidak menjadi hujjah lagi.
Golongan yang kelima ialah mereka yang mempunyai ilmu yang
mencukupi berbubungan dengan segi-segi pembacaan Qur’an (qira’at) serta
segi-segi tafsir ayat-ayat Qur’an dan ta’wil-ta’wilnya yang sesuai dengan
mazhab Ahli’s Sunnah wal-Jama’ah, dan bukan ta’wil-ta’wil yang mengikuti
ahli-ahli aliran yang sesat itu.
Golongan yang keenam ialah golongan ahli-ahli zuhud dan sufiyah
(al-zuhhad al-sufiyah) yang mempunyai pandangan yang tajam, serta mereka
mengawali dirinya dari apa yang tidak seharusnya, dan mereka menguji diri atau
intropeksi diri dan mendapat pengalaman dalam bidang rohaniah (absaru fa aqsaru
wa’khtabaru) serta mereka mengambil manfaat yang baik dan mereka ridha dengan
apa yang ditakdirkan oleh Allah. Mereka merasa cukup dengan rezeki yang sedikit
(yang dikurniakan oleh Allah kepada mereka), dan mereka ini tahu bahwasanya
pendengaran, penglihatan dan fu’ad atau hati, itu semuanya akan ditanya tentang
kebaikan dan kejahatan yang telah dilakukannya. Mereka itu menghisab diri
mereka atas amalan yang dilakukan walau sebesar zarrah, dan mereka
mempersiapkan diri mereka dengan persiapan yang baik untuk hari yang
penghabisan itu yaitu Akhirat.
Mereka menguraikan ilmu mereka dengan
menggunakan jalan ‘ibarat dan isyarat mengikuti perjalanan ahli-ahli ilmu
hadits, bukan mengikuti mereka yang mengeluarkan kata-kata kosong dan tidak melakukan
apa yang baik karena ria’ dan mereka tidak meninggalkan apa yang baik itu
karena malu kepada siapa saja. Agama golongan sufiyah ini adalah agama tauhid
yang menolak tashbih dan mazhab mereka ialah menyerah diri tunduk (tafivid)
kepada Allah, bertawakkal kepadanya serta tunduk taslim bagi perintahnya serta
merasa cukup dengan apa yang direzekikan olehnya serta berpaling dari pada
menentang apa yang ditentukan Allah. Mereka itu adalah sebagaimana yang
digambarkan dalam al Qur’an.
Maksudnya: “Itulah pemberian dari
Allah yang dikaruniakan kepada siapa saja vang dikehendakinya dan Allah
mempunyai pemberian yang amat besar’.
Golongan yang ketujuh ialah mereka yang bersiap sedia menjaga kaum
Muslimin (di perbatasan Negeri Islam) dalam menghadapi orang-orang kafir,
berjuang melawan musuh Muslimin dan mereka menjaga kawasan Muslimin dan juga
memberi perlindungan kepada para wanita dan rumah tangga mereka serta
menlahirkan pada kaum mereka itu mazhab Ahli’s-Sunnah wal-Jama’ah. Dalam
hubungan dengan mereka ini Allah turunkan firmannya:
Maksudnya:
“Dan mereka yang berjihad untuk (mencari keridhaan) maka Kami benar-benar
akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami”.
Mudah-mudahan Allah karuniakan
kepada mereka itu taufik dengan pemberian dan kemurahannya.
Golongan kedelapan ialah negeri-negeri yang mendukung mazhab
Ahli’s-Sunnah wal-Jama’ah, bukannya mendukung tempat-tempat yang merupakan
syi’ar-syi’ar bagi golongan-golongan yang sesat dan mengikuti hawa nafsu. Yang
dimaksudkan dengan golongan ini ialah golongan orang banyak di mana-mana yang
beri’tikad tentang benarnya ulama’ Ahli’s-Sunnah wal-Jama’ah yang berpegang
kepada bab-bab keadilan Tuhan dan TauhidNya, wa’d, wa’id, dan mereka berpihak
kepada ulama’ Ahli’s-Sunnah dalam bimbingan ajaran-ajaran agama mereka, serta
mereka mengikuti Para ulama’ dalam perkara-perkara furu’ yang berhubungan
dengan halal dan haram. Mereka tidak beri’tikad suatu apapun dari perkara yang
ada dalam pegangan golongan-golongan ahli kesesatan itu. Inilah
golongan-golongan yang berada dalam kalangan Ahli’s-Sunnah wal-Jama ah.
Merekalah pemegang agama yang benar dan mereka berada di atas Shirat
al-Mustaqim. semoga Allah tetapkan mereka di atas kalimah yang hak dan tetap di
muka bumi ini dan akhirat. Allahumma amin.
Inilah yang dikatakan golongan
Ahli’s-Sunnah yang dicatatkan dari uraian ‘Abdul-Qahir al-Baghdadi yang
merupakan sesuatu yang sudah jelas setelah perjalanan sejarah Islam selama
empat abad lebih lamanya (Al-Baghdadi meninggal pada tahun 429 Hijrah/1037
Masehi). Gambarannya adalah sesuatu yang merupakan ‘crystallization’ dari pada
pegangan insan dan sejarahnya yang bisa rnenjadi pegangan bagi kita untuk
memahami persoalan ini. Dengan berdasarkan kepada pertimbangan yang diberikan
oleh al-Baghdadi ini, kita boleh menentukan kedudukan Ahli’s-Sunnah wal-Jama’ah
dan mereka Yang berpegang kepadanya, dalam keadaan menghadapi berbagai aliran
paham Timur dan Barat yang datang dari dalam masyarakat Islam sendiri dan juga
dari luarnya. Bagaimanapun ini bukanlah tujuan utama dalam pembahasan ini.
Dalam membela kebenaran
Ahli’s-Sunnah dan keselamatan kedudukan mereka sebagaimana yang dijanjikan
dalam hadits hadits Nabi S.A.W., al-Baghdadi dengan penuh keyakinan nampaknya
menyatakan bahwa:
“Dan kami tidak mendapati
sehingga hari ini dari kalangan firqah-firqah ummat ini siapakah di kalangan
mereka itu yang bersepakat dengan perjalanan para Sahabat radiya’Llahu ‘anhum
melainkan golongan Ahli’sSunnah wal-Jama’ah dari kalangan para fuqaha’ umat ini
dan para mutakallimin mereka itu yang berpegang kepada Sifat-sifat Allah dan
itu lain dari pada golongan Rafidah, Qadariyah, Khawarij, Jahmiyah, Najjariyah,
Mushabbihah, Ghulat dan Hululiyah”.
setelah itu beliau menyebut satu
persatu di mana tidak selamatnya pendiri pendiri golongan ini seperti golongan
Qadariyah, Khawarij dan seterusnya. Kemudian beliau menguraikan dasar-dasar
yang disepakati di kalangan Ahli’s-Sunnah wal-Jama’ah.
Dasar pertama, tentang
mengithbatkan hakekat-hakekat dan ilmu-llmu. Katanya bahwa para Ahli’s-Sunnah
berijma’ tentang thabitnya ilmu-ilmu sebagai pengertian-pengertian yang ada
pada para ulama’ dan mereka mengatakan tentang sangat sesatnya mereka yang
menjadikan ilmu pengetahuan dan sifat-sifat yang ada pada benda dengan mereka
menganggap jahilnya golongan Sophists yang menjadikan ilmu dan hakekat sesuatu
semuanya. Dianggapnya oleh mereka itu sebagai golongan yang mengingkari apa
yang mereka telah mengetahuinya dengan secara naluri. Demikian juga dengan
golongan Sophists (Sufasta’iyah) yang yakin tentang terwujudnya
hakekat-hakekat. Demikian juga golongan dari mereka itu yang berpegang kepada
ajaran bahwa hakekat segala sesuatu mengikuti anggapan dan mereka menganggap
sah semua i’tikad-i’tikad walaupun semuanya saling bertolak belakang dan
berlainan. Semua tiga golongan ini kafir dan ingkar serta sombong untuk
menerima apa yang diwajibkan akal secara naluri.