Bab III

Kembali                                                               SELANJUTNYA

Siapakah yang digolongkan ke dalam firqah Ahli’s-Sunnah wal-Jama’ah itu? diantara mereka yang mennyatakan termasuk ke dalam firqah Ahli’s-Sunnah itu ialah sebagaimana yang dicatatkan oleh al-Baghdadi dalam al-Farq baina’lFiraq nya.’

Dinyatakan bahwa mereka itu terdiri dari delapan golongan.

Pertama mereka yang mempunyai dan berkeyakinan tentang bab-bab mengesakan Allah, nubuwwah, hukum-hukum wa’id Oanjl memberi balasan baik kepada mereka yang melakukan kebaikan) dan wa’id (yaitu janji memberi balasan jahat kepada mereka yang melakukan kejahatan jika tidak diampuni), pahala, balasan azab, syarat-syarat ijtihad dan imamah, serta mereka menjalani jalan agama yang demikian ini. Mereka ini termasuk dari golongan mutakallimin yang bebas dari tashbih dan ta’til dari perkara-perkara bid’ah Rawafid, Khawarij, Jahmiyah, Najjariyah dan lain-lain golongan sesat yang mengikuti hawa nafsu.

Kedua mereka yang terdiri dari imam-imam dalam ilmu fiqih yang terdiri dari dua golongan pula, yaitu mereka yang berpegang kepada hadits (dan tidak begitu berpegang kepada pikiran, nya) dan yang berpegang kepada hadits (setelah berpegang kepada Qur’an); mereka ini terdiri dari golongan yang beri’tikad tentang dasar-dasar agama (ushuluddin) mazhab yang percaya kepada sifat-sifat Allah, ZatNya dan mereka yang bersih dari berpegang Qadariyah dan Mu’tazilah. Mereka percaya kepada harusnya memandang Wajah Allah di akhirat dengan pandangan mata tanpa hijab dan ta’til, serta mereka mempercayai hari bangkit dari kubur serta pertanyaan Munkar dan Nakir di dalamnya, juga percaya kepada telaga Nabi, Shirat, Syafa’at dan keampunan dosa dan mereka tidak menduakan Allah. Mereka percaya kepada kekalnya ni’mat surga kepada ahlinya dan kekalnya azab neraka kepada ahlinya. Na,udhi billahi min dhalik. 

Mereka percaya kepada Imamah (kholifah) Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali serta mereka memuji golongan salaf as-Salih dengan pujian yang baik dan mereka berpegang kepada wajibnya sembahyang juma’at di belakang para imam Jumu’at dan membersihkan diri mereka dari bid’ah, ahli hawa nafsu yang menuruti keinginan mereka dalam Pegangan itu. Mereka ini juga berpegang kepada wajibnya istinbat hukum hukum Syari’at dari Qur’an dan Sunnah dan ijma’ para Sahabat, serta mereka memegang kepada ajaran yang harus menyapu sepatu panjang (dalam wudhu’) dan berlakunya tiga talak, dan juga mereka mengharamkan mut’ah serta berpegang kepada wajibnya taatnya kepada Sultan di dalam perkara yan bukan ma’siat terhadap Allah.

Termasuk ke dalam golongan ini ialah para pengikut imam-imam Malik, Syafi’i, Auza’i, al-Thauri Abu Hanifah, Ibn Abi Laila juga para pengikut Abi Thaur, Ahmad bin Hanbal dan ahli zahir dan lain-lain ulama fiqih yang berpegang kepada Perkara-perkara yang bisa dicapai dengan akal dan berpegang kepada asal usul sifat Allah serta tidak mencampur adukkan fiqihnya dengan suatu dari bid’ah-bid’ah sesat dari mereka yang mengikuti hawa nafsu yang sesat.

Golongan Ahlis-Sunah Yang ketiga ialah mereka yang mempunyai ilmu yang cukup tentang jalan-jalan riwayat hadits hadits Nabi S.A.W. serta sunnah-sunnah yang datang dari Baginda S.A.W. serta mereka bisa membedakan antara riwayat-riwayat yang sahih, yang ‘palsu’, 'mursal' dan mereka tahu tentang sebab-sebab ‘cacat’nya para periwayat, dan ‘adil’nya mereka (dan oleh karena itu riwayat mereka bisa diterima) dan mereka tidak mencampur adukkan ilmu mereka itu dengan sesuatu dari ahli hawa nafsu yang sesat.

Golongan yang keempat ialah mereka yang mempunyai ilmu mencukupi tentang sastera dan nahwu serta tasrif serta mereka Yang mengikuti perjalanan imam-imam dalam ilmu bahasa seperti al-Khali’l, Abu ‘Amru bin al-’Ala, Sibawaih, al-Farra’, al-Akhfash, al-Asma’i, al-Mazini dan Abi ‘Ubaid, dan lain-lain yaitu imam dalam nahwu yang terdiri dari golongan orang-orang Kufah dan Basrah Yang tidak mencampur adukkan ilmu mereka dengan bid’ah-bid’ah sesat dari kaum-kaum sesat itu, seperti kaum Qadariyah, Rafidah atau Khawarij. Siapa saja dari mereka yang cenderung kepada sesuatu kepada aliran bid’ah sesat kaum sesat itu, maka mereka tidak termasuk ke dalam golongan Ahli’s-Sunnah wal-Jama’ah dan pendapatnya dalam lughat dan nahwu tidak menjadi hujjah lagi.

Golongan yang kelima ialah mereka yang mempunyai ilmu yang mencukupi berbubungan dengan segi-segi pembacaan Qur’an (qira’at) serta segi-segi tafsir ayat-ayat Qur’an dan ta’wil-ta’wilnya yang sesuai dengan mazhab Ahli’s Sunnah wal-Jama’ah, dan bukan ta’wil-ta’wil yang mengikuti ahli-ahli aliran yang sesat itu.

Golongan yang keenam ialah golongan ahli-ahli zuhud dan sufiyah (al-zuhhad al-sufiyah) yang mempunyai pandangan yang tajam, serta mereka mengawali dirinya dari apa yang tidak seharusnya, dan mereka menguji diri atau intropeksi diri dan mendapat pengalaman dalam bidang rohaniah (absaru fa aqsaru wa’khtabaru) serta mereka mengambil manfaat yang baik dan mereka ridha dengan apa yang ditakdirkan oleh Allah. Mereka merasa cukup dengan rezeki yang sedikit (yang dikurniakan oleh Allah kepada mereka), dan mereka ini tahu bahwasanya pendengaran, penglihatan dan fu’ad atau hati, itu semuanya akan ditanya tentang kebaikan dan kejahatan yang telah dilakukannya. Mereka itu menghisab diri mereka atas amalan yang dilakukan walau sebesar zarrah, dan mereka mempersiapkan diri mereka dengan persiapan yang baik untuk  hari yang penghabisan itu yaitu Akhirat. 

Mereka menguraikan ilmu mereka dengan menggunakan jalan ‘ibarat dan isyarat mengikuti perjalanan ahli-ahli ilmu hadits, bukan mengikuti mereka yang mengeluarkan kata-kata kosong dan tidak melakukan apa yang baik karena ria’ dan mereka tidak meninggalkan apa yang baik itu karena malu kepada siapa saja. Agama golongan sufiyah ini adalah agama tauhid yang menolak tashbih dan mazhab mereka ialah menyerah diri tunduk (tafivid) kepada Allah, bertawakkal kepadanya serta tunduk taslim bagi perintahnya serta merasa cukup dengan apa yang direzekikan olehnya serta berpaling dari pada menentang apa yang ditentukan Allah. Mereka itu adalah sebagaimana yang digambarkan dalam al Qur’an.
Maksudnya: “Itulah pemberian dari Allah yang dikaruniakan kepada siapa saja vang dikehendakinya dan Allah mempunyai pemberian yang amat besar’.

Golongan yang ketujuh ialah mereka yang bersiap sedia menjaga kaum Muslimin (di perbatasan Negeri Islam) dalam menghadapi orang-orang kafir, berjuang melawan musuh Muslimin dan mereka menjaga kawasan Muslimin dan juga memberi perlindungan kepada para wanita dan rumah tangga mereka serta menlahirkan pada kaum mereka itu mazhab Ahli’s-Sunnah wal-Jama’ah. Dalam hubungan dengan mereka ini  Allah turunkan firmannya:
     Maksudnya:  “Dan mereka yang berjihad untuk (mencari keridhaan) maka Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami”.
Mudah-mudahan Allah karuniakan kepada mereka itu taufik dengan pemberian dan kemurahannya.

Golongan kedelapan ialah negeri-negeri yang mendukung mazhab Ahli’s-Sunnah wal-Jama’ah, bukannya mendukung tempat-tempat yang merupakan syi’ar-syi’ar bagi golongan-golongan yang sesat dan mengikuti hawa nafsu. Yang dimaksudkan dengan golongan ini ialah golongan orang banyak di mana-mana yang beri’tikad tentang benarnya ulama’ Ahli’s-Sunnah wal-Jama’ah yang berpegang kepada bab-bab keadilan Tuhan dan TauhidNya, wa’d, wa’id, dan mereka berpihak kepada ulama’ Ahli’s-Sunnah dalam bimbingan ajaran-ajaran agama mereka, serta mereka mengikuti Para ulama’ dalam perkara-perkara furu’ yang berhubungan dengan halal dan haram. Mereka tidak beri’tikad suatu apapun dari perkara yang ada dalam pegangan golongan-golongan ahli kesesatan itu. Inilah golongan-golongan yang berada dalam kalangan Ahli’s-Sunnah wal-Jama ah. Merekalah pemegang agama yang benar dan mereka berada di atas Shirat al-Mustaqim. semoga Allah tetapkan mereka di atas kalimah yang hak dan tetap di muka bumi ini dan akhirat. Allahumma amin.

Inilah yang dikatakan golongan Ahli’s-Sunnah yang dicatatkan dari uraian ‘Abdul-Qahir al-Baghdadi yang merupakan sesuatu yang sudah jelas setelah perjalanan sejarah Islam selama empat abad lebih lamanya (Al-Baghdadi meninggal pada tahun 429 Hijrah/1037 Masehi). Gambarannya adalah sesuatu yang merupakan ‘crystallization’ dari pada pegangan insan dan sejarahnya yang bisa rnenjadi pegangan bagi kita untuk memahami persoalan ini. Dengan berdasarkan kepada pertimbangan yang diberikan oleh al-Baghdadi ini, kita boleh menentukan kedudukan Ahli’s-Sunnah wal-Jama’ah dan mereka Yang berpegang kepadanya, dalam keadaan menghadapi berbagai aliran paham Timur dan Barat yang datang dari dalam masyarakat Islam sendiri dan juga dari luarnya. Bagaimanapun ini bukanlah tujuan utama dalam pembahasan ini.

Dalam membela kebenaran Ahli’s-Sunnah dan keselamatan kedudukan mereka sebagaimana yang dijanjikan dalam hadits hadits Nabi S.A.W., al-Baghdadi dengan penuh keyakinan nampaknya menyatakan bahwa:
“Dan kami tidak mendapati sehingga hari ini dari kalangan firqah-firqah ummat ini siapakah di kalangan mereka itu yang bersepakat dengan perjalanan para Sahabat radiya’Llahu ‘anhum melainkan golongan Ahli’sSunnah wal-Jama’ah dari kalangan para fuqaha’ umat ini dan para mutakallimin mereka itu yang berpegang kepada Sifat-sifat Allah dan itu lain dari pada golongan Rafidah, Qadariyah, Khawarij, Jahmiyah, Najjariyah, Mushabbihah, Ghulat dan Hululiyah”.

setelah itu beliau menyebut satu persatu di mana tidak selamatnya pendiri pendiri golongan ini seperti golongan Qadariyah, Khawarij dan seterusnya. Kemudian beliau menguraikan dasar-dasar yang disepakati di kalangan Ahli’s-Sunnah wal-Jama’ah.


Dasar pertama, tentang mengithbatkan hakekat-hakekat dan ilmu-llmu. Katanya bahwa para Ahli’s-Sunnah berijma’ tentang thabitnya ilmu-ilmu sebagai pengertian-pengertian yang ada pada para ulama’ dan mereka mengatakan tentang sangat sesatnya mereka yang menjadikan ilmu pengetahuan dan sifat-sifat yang ada pada benda dengan mereka menganggap jahilnya golongan Sophists yang menjadikan ilmu dan hakekat sesuatu semuanya. Dianggapnya oleh mereka itu sebagai golongan yang mengingkari apa yang mereka telah mengetahuinya dengan secara naluri. Demikian juga dengan golongan Sophists (Sufasta’iyah) yang yakin tentang terwujudnya hakekat-hakekat. Demikian juga golongan dari mereka itu yang berpegang kepada ajaran bahwa hakekat segala sesuatu mengikuti anggapan dan mereka menganggap sah semua i’tikad-i’tikad walaupun semuanya saling bertolak belakang dan berlainan. Semua tiga golongan ini kafir dan ingkar serta sombong untuk menerima apa yang diwajibkan akal secara naluri.