Bab Ke-10: Apa yang Menutupi
Aurat
(Aku
berkata, “Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu
Umar yang tersebut pada nomor 89 di muka.”)
Bab Ke-11: Shalat Tanpa
Mengenakan Selendang
(Aku
berkata, “Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir
yang tersebut pada nomor 196 di muka.”)
Bab Ke-12: Mengenai Apa yang
Disebutkan Perihal Pahala
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas, Jarhad, dan Muhammad bin Jahsy bahwa Nabi Muhammad saw bersabda,
“Paha itu adalah aurat.”[11]
Anas
bin Malik berkata, “Nabi Muhammad saw menyingkapkan (sarungnya) sehingga
tampaklah pahanya.” [12]
Hadits
Anas itu lebih kokoh sanadnya, namun hadits Jarhad (yang menyebutkan bahwa paha
itu aurat) adalah lebih hati-
hati,
dapat mengeluarkan kita (kaum muslimin) dari perselisihan pendapat.
Abu
Musa berkata, “Nabi Muhammad saw. menutup pahanya sewaktu Utsman bin Affan
masuk.”[13]
Zaid
bin Tsabit berkata, “Allah menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya pada waktu pahanya
di atas pahaku, lalu ia terasa begitu beratnya padaku sampai aku khawatir (paha
beliau) akan meremukkan pahaku.”[14]
(Aku
berkata, “Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian
besar hadits Anas yang tersebut pada Kitab ke-55 “al-Washaayaa”, Bab ke-26.’)
Bab Ke-13: Berapa Ukuran
Pakaian Seorang Perempuan dalam Shalat?
Ikrimah
berkata, “Apabila perempuan dapat menutup seluruh tubuhnya dengan selembar
pakaian, itu sudah cukup.”[15]
207.
Aisyah berkata, “Rasulullah saw biasa melakukan shalat subuh [ketika hari masih
gelap, 1/211] dan orang-orang mukmin perempuan hadir bersama beliau, kepala
mereka terselubung dalam kerudung, kemudian mereka pulang ke rumah mereka
masing-masing [ketika telah usai melakukan shalat], dan tidak seorang pun yang
mengenal mereka karena masih gelap], [atau sebagian mereka tidak mengenal
sebagian yang lain, 1/211]“[16]
Bab Ke-14: Apabila Seseorang
Shalat dengan Pakaian yang Bergambar dan Melihat Gambar-Gambar Itu Sewaktu
Shalat
208.
Aisyah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat pada kain hitam persegi
empat yang mempunyai beberapa tanda (lukisan). Beliau memandangnya sekilas.
Ketika beliau selesai, beliau bersabda, “Bawa pergilah kain-kainku (yang ada
tanda-tandanya) ini kepada Abu Jahm [bin Hudzaifah bin Ghanim dari bani Adi bin
Ka'ab][17] dan bawalah kepadaku kain tebal tanpa lukisan milik Abu Jahm karena
kain yang berlukisan itu menjadikanku lengah dari shalatku tadi.” (Dalam satu
riwayat, “Aku disibukkan oleh lukisan-lukisan ini.” 1/183)
(Dalam
riwayat yang mu’allaq, “Aku melihat lukisannya ketika aku dalam shalat, dan aku
takut terganggu olehnya.”)[18]
Bab Ke-15: Apabila Seseorang
Shalat dengan Pakaian yang Bergambar Salib atau Foto-Foto, Apakah Shalatnya
Batal? Dan Apa yang Dilarang Darinya?
209.
Anas bin Malik berkata, “Aisyah mempunyai tirai (korden / penutup jendela)
untuk menutupi sisi-sisi rumahnya, lalu Nabi saw bersabda [kepadanya, 7/66],
“Singkirkanlah dariku tiraimu ini karena gambar-gambarnya tampak [kepadaku] di
dalam shalatku.”
Bab Ke-16: Barang Siapa yang
Shalat dengan Mengenakan Pakaian Oblong yang Terbuat dan Sutra Lalu Mencopotnya
210.
Uqbah bin Amir berkata, “Dihadiahkan baju kurung sutra kepada Nabi Muhammad
saw., lalu beliau mengenakannya dan shalat dengan memakainya. Beliau lalu
berpaling dan melepaskannya dengan keras seperti orang yang benci kepadanya,
lalu beliau bersabda, ‘Ini (sutra) tidak layak bagi orang-orang yang
bertakwa.’”
Bab Ke-17: Shalat dengan
Mengenakan Pakaian Berwarna Merah
211.
Abu Juhaifah berkata, “Aku melihat (dalam satu riwayat: Aku dibawa kepada,
4/167) Rasulullah saw. [sedang beliau di saluran, 4/165] dalam kubah merah dari
kulit [pada waktu tengah hari], dan aku melihat Bilal mengambil (dalam satu
riwayat: keluar lalu azan untuk shalat, [lalu aku mengikuti gerakan mulutnya ke
sana ke mari melakukan azan, l/156], kemudian dia masuk, lalu mengeluarkan
sisa) air wudhu Rasulullah saw., dan aku melihat orang-orang bersegera terhadap
air wudhu Rasul itu. Orang yang mendapatkan sedikit dari air itu, ia
mengusapkannya pada dirinya, dan orang yang tidak mendapatkan sesuatu dari air
itu, ia mengambil dari basah-basahan tangan temannya. Aku melihat Bilal [masuk,
lalu] mengambil (dalam satu riwayat: mengeluarkan) tongkat panjang dan di
pancangkannya [di hadapan Rasulullah saw., dan beliau melakukan shalat]. Nabi
Muhammad saw keluar dengan pakaian merah tersingsingkan, [seolah-olah aku
melihat sinar betisnya, lalu beliau menancapkan tongkat itu, kemudian melakukan
shalat dengan orang-orang ke arah tongkat [yaitu shalat zhuhur dua rakaat dan
ashar] dua rakaat, dan aku melihat manusia dan hewan [dalam satu riwayat: himar
dan orang perempuan] melewati muka tongkat panjang itu. [Dan orang-orang pun
berdiri, lantas mereka pegang kedua tangan beliau dan mereka usapkan ke wajah
mereka." Abu Juhaifah berkata, "Aku lalu memegang tangan beliau dan
aku letakkan di wajah aku, ternyata tangan beliau itu lebih dingin daripada
salju dan lebih harum baunya daripada minyak wangi."]
Abu
Abdillah berkata, “Al-Hasan menganggap tidak apa-apa bagi seseorang untuk
shalat di atas salju dan jembatan meskipun kencing mengalir di bawahnya atau di
atasnya atau di depannya, asalkan di sana terdapat sutrah (pembatas) antara
orang tersebut dan kotoran itu.”[19]
Abu
Hurairah juga pernah shalat di atas atap masjid (mengikuti) shalat imam.[20]
Ibnu
Umar shalat di atas salju.[21]
Bab Ke-18: Shalat di Atas
Genting (Atap), Mimbar, dan Kayu
212.
Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah saw jatuh dari kudanya, lalu terlukalah
kulit betisnya atau kulit bahunya (dalam satu riwayat: terluka kaki beliau,
2/229), dan beliau berjanji tidak akan pulang kepada istrinya selama sebulan.
Beliau tinggal di kamar loteng yang diberi tangga dengan batang korma.
Berdatanganlah para sahabat mengunjungi beliau. Beliau shalat bersama-sama
mereka sambil duduk, sedangkan mereka shalat dengan berdiri. Setelah beliau
memberi salam, beliau bersabda, “Imam itu dijadikan hanyalah semata-mata agar
diikuti. Apabila ia sudah takbir, bertakbirlah kamu; apabila dia ruku, rukulah
kamu; apabila dia sujud, sujudlah kamu. Apabila dia shalat dengan berdiri,
shalatlah kamu dengan berdiri.” [Umar bertanya, "Apakah engkau sudah
menceraikan istri-istrimu?" Nabi menjawab, 'Tidak, tetapi aku berjanji
menjauhi mereka selama sebulan." 3/106]. Setelah hari yang kedua puluh sembilan,
beliau turun dari kamar loteng itu [kemudian masuk menemui istri-istri beliau,
2/229]. Lalu para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah engkau berjanji
tidak akan pulang selama sebulan?” Beliau bersabda, “Sebulan itu dua puluh
sembilan hari.”[22]