Keputusan mahkamah telah dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar hidup-hidup dalam api yang besar, sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat sedang diatur. Tanah lapang bagi tempat pembakaran disediakan dan diadakan pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya dimana tiap penduduk secara gotong-royong harus mengambil bagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mereka yang telah dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.
Berduyun-duyunlah para penduduk
dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan tanda bakti
kepada tuhan mereka. Di antara mereka terdapat para wanita yang hamil dan orang
yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan memperoleh
barakah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau
melindungi yang hamil di kala bersalin. Setelah terkumpul kayu bakar di
lapangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan sudah bertumpuk serta
tersusun laksana sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang untuk menyaksikan
pelaksanaan hukuman atas diri Nabi Ibrahim. Kayu lalu dibakar dan terbentuklah
gunung berapi yang dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya berjatuhan
terbakar oleh panasnya uap yang ditimbulkan oleh api yang menggunung itu.
Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim diangkat ke atas sebuah gedung
yang tinggi lalu dilemparkan ia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu
dengan iringan firman Allah:”Hai api, menjadilah engkau dingin dan keselamatan
bagi Ibrahim.”
Sejak keputusan hukuman
dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang menyala-nyala
itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakkal karena iman dan
keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba pesuruhnya menjadi
makanan api dan korban keganasan orang-orang kafir musuh Allah. Dan memang
demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam perut bukit api yang
dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan hanya
tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus,
sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit
pun tersentuh oleh api, yang mana merupakan suatu mukjizat yang diberikan oleh
Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, agar dapat melanjutkan penyampaian
risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.
banyak orang tercengang dengan
keajaiban ini dan mulai mempersoalkan kepercayaan kepada Raja Namrud. Malah
anak perempuan Raja Namrud sendiri yaitu Puteri
Razia mulai mempercayai agama
yang dibawa oleh beliau. Lalu Puteri itupun mengaku di depan orang banyak bahwa
tuhan nabi Ibrahim a.s. adalah tuhan yang sebenarnya. Ini telah menaikkan
kemarahan beliau yang memerintahkan tentaranya untuk membunuh puterinya itu.
Puteri itupun menuju ke arah api yang besar itu lalu berkata “Tuhan Nabi
Ibrahim selamatkanlah aku”. Puteri Razia pun turut selamat dari api yang
membakar dan dalam api yang membara itu kedengaran dia mengucap kalimah
syahadah. Tindakan durhaka puterinya menjadikan Raja Namrud semakin murka.
Sebaiknya puteri Razia keluar dari api tersebut beliau serta tenteranya telah
mengejarnya kedalam hutan. Ini memberi peluang kepada Nabi Ibrahim serta adik
tirinya Sarah, bapaknya Azaar serta anak saudaranya Nabi Luth a.s. untuk
melarikan diri. Raja Namrud dan tenteranya puas mencari Puteri Razia tetapi
puteri itu telah hilang. Setelah sekian lama, merekapun pulang dan mendapati
bahwa Nabi Ibrahim turut bebas. Setelah peristiwa ini, Raja Namrud semakin
gelisah karena rakyatnya mulai hilang kepercayaan dengan kekuasaannya. Oleh
karena itu, beliau berniat pula untuk membunuh Tuhan nabi Ibrahim.
Mukjizat yang diberikan oleh
Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan kebenaran dakwahnya,
telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebagian penduduk terhadap
persembahan dan patung-patung mereka dan membuka mata hati dari mereka untuk
memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya, bahkan tidak kurang dari
mereka yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi Ibrahim, namun kuwatir akan
mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat kemarahan dan balas dendam para
pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan menjadi hilang akal dan merasakan
bahwa pengaruhnya telah berpindah ke pihak Nabi Ibrahim.