Shadaqah jariyah

Kembali

Shadaqah jariyah adalah suatu ketaatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengharapkan ridha Allah Ta’ala, agar orang-orang umum bisa memanfaatkan harta yang disedakahkannya tersebut sehingga pahalanya mengalir baginya sepanjang barang tersebut masih ada. Dan ayat ini menyatakan pahalanya untuk diri sendiri : surat al baqarah ayat 272

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلأنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لا تُظْلَمُونَ
272. bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).
Para ulama telah menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf untuk kebaikan. Seperti mewakafkan tanah, masjid, madrasah, rumah hunian, kebun kurma, mushaf Al-Qur’an, kitab yang berguna, dan lain sebagainya. Disini merupakan dalil disyariatkannya mewakafkan barang yang bermanfaat dan perintah untuk melakukannya, bahkan itu termasuk amalan yang paling mulia yang bisa dilakukan seseorang untuk kemuliaan dirinya di akhirat. Yang pertama ini bisa dilakukan oleh para ulama maupun orang awam.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ إِبْنُ آدَمَ إِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِه, أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo’akan keduannya.” [HR. Muslim, HR. Muslim (5/73), Imam Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad hal.8, Abu Daud (2/15), an-Nasa’i (2/129), ath-Thahawi di dalam Al-Musykil (1/85), al-Baihaqi (6/278), dan Ahmad (2/372). Lihat Ahkamul Jana-iz Wa Bida’uha oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal.224].
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga bersabda:

مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang membangun masjid untuk mencari wajah Allah, niscaya Allah membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).