Kaum Syu’aib akhirnya merasa jengkel dan jemu melihat Nabi Syu’aib tidak henti-hentinya berdakwah bertabligh pada setiap kesempatan dan di mana saja ia menemui orang berkumpul. Penghinaan dan ancaman dilontar kepada Nabi Syu’aib dan para pengikutnya akan diusir dan akan dikeluarkan dari Madyan jika mereka mau menghentikan dakwahnya atau tidak mau mengikuti agama dan cara-cara hidup mereka. Berkata mereka kepada Nabi Syu’aib dengan nada mengejek: “Kami tidak mengerti apa yang kamu katakan. Nasihat-nasihatmu tidak mempunyai tempat di dalam hati dan kalbu kami. Engkau adalah seorang yang lemah fizikalnya, rendah kedudukan dalam pengaulan maka tidak mungkin engkau dapat mempengaruhi atau memimpin kami yang berfizikal lebih kuat dan berkedudukan yang lebih tinggi dari padamu. Coba tidak karena kerabatmu yang kami segani dan hormati, niscaya engkau telah kami rajam dan sisihkan dari pengaulan kami.”
Nabi Syu’aib menjawab: “aku tidak
akan menghentikan dakwahku kepada risalah Allah yang telah diamanahkan kepadaku
dan janganlah kamu mengharapkan bahwa aku maupun para pengikutku akan kembali
mengikuti agamamu dan adat-istiadatmu setelah Allah memberi hidayahnya kepada
kami. Pelindunganku adalah Allah Yang Maha Berkuasa dan bukan sanad kerabatku,
Dialah yang memberi tugas kepadaku dan Dia pula akan melindungiku dari segala
gangguan dan ancaman. Adakah sanak saudaraku yang engkau lebih segani daripada
Allah yang Maha Berkuasa?”
Sejak berdakwah dan bertabligh
menyampaikan risalah Allah kepada kaum Madyan, Nabi Syu’aib berhasil
menyadarkan hanya sebagian kecil dari kaumnya, sedang bahagian yang terbesar
masih tertutup hatinya bagi cahaya iman dan tauhid yang diajar oleh beliau.
Mereka tetap berkeras kepala mempertahankan tradisi, adat-istiadat dan agama
yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Itulah alasan mereka satu-satunya
yang mereka kemukakan untuk menolak ajaran Nabi Syu’aib dan itulah benteng
mereka satu-satunya tempat mereka berlindung dari serangan Nabi Syu’aib atas
persembahan mereka yang bathil dan adat pengaulan mereka yang mungkar dan
sesat. Di samping itu jika mereka sudah merasa tidak berdaya menghadapi
keterangan-keterangan Nabi Syu’aib yang didukung dengan dalil dan bukti yang
nyata kebenaran, mereka lalu melemparkan tuduhan-tuduhan kosong seolah-olah
Nabi adalah tukang sihir dan ahli sulap yang ulung. Mereka telah berani
menentang Nabi Syu’aib untuk membuktikan kebenaran risalahnya dengan
memdatangkan bencana dari Allah yang ia sembah dan menganjurkan orang
menyembah-Nya pula.
Mendengar tentangan kaumnya yang
menandakan hati mereka telah tertutup rapat-rapat bagi sinar agama dan wahyu
yang ia bawa dan bahwa tiada harapan lagi akan menarik mereka ke jalan yang
lurus serta mengangkat mereka dari lembah syirik dan kemaksiatan serta
pergaulan buruk, maka bermohonlah Nabi Syu’aib kepada Allah agak menurunkan
azzab siksanya kepada kaum Madyan bahwa wujud-Nya serta menentang kekuasaannya
untuk menjadi contoh dan peringatan bagi generasi-generasi yang mendatang.
Allah Yang Maha berkuasa berkenan
menerima permohonan dan doa Syu’aib, maka diturunkanlah lebih dahulu di atas
mereka hawa udara yang sangat panas yang mengeringkan kerongkongan karena
dahaga yang tidak dapat dihilangkan dengan air dan membakar kulit yang tidak
dapat diobati dengan berteduh di bawah atap rumah atau pohon-pohon. Di dalam
keadaan mereka yang sedang bingung, panik berlari-lari ke sana ke mari, mencari
perlindungan dari terik panasnya matahari yang membakar kulit dan dari rasa
dahaga karena kering kerongkongan, tiba-tiba terlihat di atas kepala mereka
gumpalan awan hitam yang tebal, lalu berlarilah mereka ingin berteduh
dibawahnya. Namun setelah mereka berada di bawah awan hitam itu seraya
berdesak-desak dan berjejal-jejal, jatuhlah ke atas kepala mereka percikan api
dari jurusan awan hitam itu diiringi oleh suara petir dan gemuruh ledakan
dahsyat sementara bumi di bawah mereka bergoyang dengan kuatnya menjadikan
mereka berjatuhan, tertimbun satu di bawah yang lain dan melayanglah jiwa
mereka dengan serta-merta.
Nabi Syu’aib merasa sedih atas
kejadian yang menimpa kaumnya dan berkata kepada para pengikutnya yang telah
beriman: “Aku telah sampaikan kepada mereka risalah Allah, menasihati dan
mengajak mereka agar meninggalkan perbuatan-perbuatan mungkar serta persembahan
bathil mereka dan aku telah memperingatkan mereka akan datangnya siksaan Allah
bila mereka tetap berkeras hati, menutup telinga mereka terhadap suara
kebenaran ajaran-ajaran Allah yang aku bawa, namun mereka tidak menghiraukan
nasihatku dan tidak mempercayai peringatanku. Karenanya tidak patutlah aku
bersedih hati atas terjadinya bencana yang telah membinasakan kaumku yang kafir
itu.’