Kaum Madyam, kaumnya Nabi Syu'ib, adalah segolongan bangsa Arab yang tinggal di sebuah daerah bernama "Ma'an" di pinggir negeri Syam. Mereka terdiri dari orang-orang kafir tidak mengenal Tuhan Yang Maha Esa. Mereka menyembah kepada "Aikah" yaitu sebidang padang pasir yang ditumbuhi beberapa pohon dan tanam-tanaman. Cara hidup dan istiadat mereka sudah sangat jauh dari ajaran agama dan pengajaran nabi-nabi sebelum Nabi Syu'aib a.s.
Kemungkaran, kemaksiatan dan tipu
menipu dalam pengaulan merupakan perbuatan dan perilaku yang lumrah dan rutin.
Kecurangan dan pengkhianatan dalam hubungan dagang seperti pemalsuan barang,
kecurian dalam takaran dan timbangan menjadi ciri yang sudah sebati dengan diri
mereka. Para pedagang dan petani kecil selalu menjadi korban permainan para
pedagang-pedagang besar dan para pemilik modal, sehingga dengan demikian yang
kaya makin bertambah kekayaannya, sedangkan yang lemah semakin merosot modalnya
dan semakin melarat hidupnya.
Sesuai dengan sunnah Allah sejak
Adam diturunkan ke bumi bahwa dari waktu ke waktu bila manusia sudah lupakan
kepada-Nya dan sudah jauh menyimpang dari ajaran-ajaran nabi-nabi-Nya, dan bila
Iblis serta syaitan sudah menguasai sesuatu masyarakat dengan ajaran dan
tuntutannya yang menyesatkan maka Allah mengutuskan seorang rasul dan nabi
untuk memberi penerangan serta tuntutan kepada mereka agar kembali ke jalan
yang lurus dan benar, jalan iman dan tauhid yang bersih dari segala rupa syirik
dan persembahan yang bathil.
Kepada kaum Madyan diutuslah oleh
Allah seorang Rasul yaitu Nabi Syu'aib, seorang dari mereka sendiri, sedarah
dan sedaging dengan mereka. Ia mengajak mereka meninggalkan persembahan kepada
Aikah, sebuah benda mati yang tidak bermanfaat atau bermudharat dan sebagai
gantinya melakukan persembahan dan sujud kepada Allah Yang Maha Esa, Pencipta
langit dan bumi termasuk sebidang tanah yang mereka puja sebagai tuhan mereka.
Nabi Syu'aib kepada mereka agar
meninggalkan perbuatan-perbuatan dan kelakukan-kelakuan yang dilarang oleh
Allah serta membawa kerugian bagi sesama manusia serta mengakibat kerusakan dan
kebinasaan masyarakat. Mereka diajak agar berlaku adil dan jujur terhadap diri
sendiri dan terutama terhadap orang lain, meninggalkan berkhianat dan kezaliman
serta perbuatan curang dalam hubungan dagang, perampasan hak milik seseorang
dan penindasan terhadap orang-orang yang lemah dan miskin.
Diingatkan oleh Nabi Syu'aib akan
nikmat Allah dan kurniaan-Nya yang telah memberi mereka tanah subur serta
sarana-sarana kemakmuran yang berlimpah-limpah dengan pertumbuhan jumlah
penduduk dan anak cucu yang pesat. Semuanya itu menurut seruan Nabi Syu'aib,
patut diimbangi dengan rasa bersyukur dan bersembah kepada Allah Maha Pencipta
yang akan melipat gandakan nikmat dan kurnia-Nya kepada orang-orang yang
beriman dan bersyukur.
Diingatkan pula Nabi Syu'aib
bahwa mereka tidak mau sadar dan kembali kepada jalan yang benar mengikuti
ajaran dan perintah Allah yang dibawanya, niscaya Allah akan mencabut nikmat
dan kurnia-Nya kepada mereka, bahkan akan menurunkan azabnya atas mereka di
dunia selain siksa dari azab yang menanti mereka kelak di akhirat bila di
bangkitkan kembali dari kubur.
Kepada mereka Nabi Syu'aib
dikisahkan siksa dan azab yang diturunkan oleh Allah terhadap kaum Nuh, kaum
Hud, kaum Saleh dan paling dekat kaum Luth yang kesemua telah menderita dan
menjadi binasa akibat kekafiran, keangkuhan dan keengganan mereka mengikuti
ajaran serta tuntutan nabi-nabi yang diutus Allah kepada Mereka. Diingatkan
oleh Nabi Syu'aib agar mereka beriktibar dan ingat bahwa mereka akan mengalami
nasib yang telah dialami oleh kaum-kaum itu jika mereka tetap melakukan
persembahan yang bathil serta tetap melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk
dan jahat.
Dakwah dan ajakan Nabi Syu'aib
disambut oleh mereka terutama penguasa, pembesar serta orang-orang kaya dengan
ejekan dan olok-olok. Mereka berkata: "Adakah karena shalatmu, engkau
memerintahkan kami menyembah selain apa yang telah kami sembah sepanjang hayat
kami. Persembahan mana pula telah dilakukan oleh nenek moyang kami dan
diwariskan kepada kami. Dan apakah juga karena shalatmu engkau menganjurkan
kami meninggalkan cara-cara hidup sehari-hari yang nyata telah membawa
kemakmuran dan kebahagian bagi kami bahkan sudah menjadi adat istiadat kami
turun temurun. Sungguh kami tidak mengerti apa apa tujuanmu dan apa maksudmu
dengan ajaran-ajaran baru yang engkau bawa kepada kami. Sungguh kami
menyaksikan kesempurnaan akalmu dan keberesan otakmu!"
Ejekan dan olok-olok mereka
didengar dan diterima oleh Syu'aib dengan kesabaran dan kelapangan dada. Ia
sesekali tidak menyambut kata-kata kasar mereka dengan marah atau membalasnya
dengan kata-kata yang kasar pula. Ia bahkan makin bersikap lemah lembut dalam
dakwahnya dengan menggugah hati nurani dan akal mereka supaya memikirkan dan
merenungkan apa yang dikatakan dan dinasehatkan kepada mereka. Dan sesekali ia
menonjolkan hubungan darah dan kekeluargaan dengan mereka, sebagai jaminan
bahwa ia menghendaki perbaikan bagi hidup mereka di dunia dan akhirat dan bukan
sebaliknya. Ia tidak mengharapkan sesuatu balas jasa atas usaha dakwahnya. Ia
tidak pula memerlukan kedudukan atau menginginkan kehormatan bagi dirinya dari
kaumnya. Ia akan cukup merasa puas jika kaumnya kembali kepada jalan Allah,
masyarakatnya akan menjadi masyarakat yang bersih dari segala kemaksiatan dan
adat-istiadat yang buruk. Ia akan menerima upahnya dari Allah yang telah
mengutus sebagai rasul yang dibebani amanat untuk menyampaikan risalah-Nya
kepada kaumnya sendiri.
Kaum Syu'aib akhirnya merasa
jengkel dan jemu melihat Nabi Syu'aib tidak henti-hentinya berdakwah bertabligh
pada setiap kesempatan dan di mana saja ia menemui orang berkumpul. Penghinaan
dan ancaman dilontar kepada Nabi Syu'aib dan para pengikutnya akan diusir dan
akan dikeluarkan dari Madyan jika mereka mau menghentikan dakwahnya atau tidak
mau mengikuti agama dan cara-cara hidup mereka.
Berkata mereka kepada Nabi
Syu'aib dengan nada mengejek: "Kami tidak mengerti apa yang kamu katakan.
Nasihat-nasihatmu tidak mempunyai tempat di dalam hati dan kalbu kami. Engkau
adalah seorang yang lemah fizikalnya, rendah kedudukan dalam pengaulan maka
tidak mungkin engkau dapat mempengaruhi atau memimpin kami yang berfizikal
lebih kuat dan berkedudukan yang lebih tinggi daripadamu. Coba tidak karena
kerabatmu yang kami segani dan hormati, niscaya engkau telah kami rajam dan
sisihkan dari pengaulan kami."
Nabi Syu'aib menjawab: "aku
tidak akan hentikan dakwahku kepada risalah Allah yang telah diamanahkan
kepadaku dan janganlah kamu mengharapkan bahwa aku maupun para pengikutku akan
kembali mengikuti agamamu dan adat-istiadatmu setelah Allah memberi hidayahnya
kepada kami. Pelindunganku adalah Allah Yang Maha Berkuasa dan bukan sanad
kerabatku, Dialah yang memberi tugas kepadaku dan Dia pula akan melindungiku
dari segala gangguan dan ancaman. Adakah sanak saudaraku yang engkau lebih
segani daripada Allah yang Maha Berkuasa?"
Sejak berdakwah dan bertabligh
menyampaikan risalah Allah kepada kaum Madyan, Nabi Syu'aib berhasil
menyadarkan hanya sebagian kecil dari kaumnya, sedang bahagian yang terbesar
masih tertutup hatinya bagi cahaya iman dan tauhid yang diajar oleh beliau.
Mereka tetap berkeras kepala mempertahankan tradisi, adat-istiadat dan agama
yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Itulah alasan mereka satu-satunya
yang mereka kemukakan untuk menolak ajaran Nabi Syu'aib dan itulah benteng
mereka satu-satunya tempat mereka berlindung dari serangan Nabi Syu'aib atas
persembahan mereka yang bathil dan adat pengaulan mereka yang mungkar dan
sesat. Di samping itu jika mereka sudah merasa tidak berdaya menghadapi keterangan-keterangan
Nabi Syu'aib yang didukung dengan dalil dan bukti yang nyata kebenaran, mereka
lalu melemparkan tuduhan-tuduhan kosong seolah-olah Nabi adalah tukang sihir
dan ahli sulap yang ulung. Mereka telah berani menentang Nabi Syu'aib untuk membuktikan
kebenaran risalahnya dengan mendatangkan bencana dari Allah yang ia sembah dan
menganjurkan orang menyembah-Nya pula.
Mendengar tentangan kaumnya yang
menandakan hati mereka telah tertutup rapat-rapat bagi sinar agama dan wahyu
yang ia bawa dan bahwa tiada harapan lagi akan menarik mereka ke jalan yang
lurus serta mengangkat mereka dari lembah syirik dan kemaksiatan serta
pergaulan buruk, maka bermohonlah Nabi Syu'aib kepada Allah agak menurunkan
azzab siksanya kepada kaum Madyan bahwa wujud-Nya serta menentang kekuasaannya
untuk menjadi contoh dan peringatan bagi generasi-generasi yang mendatang.
Allah Yang Maha berkuasa berkenan
menerima permohonan dan doa Syu'aib, maka diturunkanlah lebih dahulu di atas
mereka hawa udara yang sangat panas yang mengeringkan kerongkongan karena
dahaga yang tidak dapat dihilangkan dengan air dan membakar kulit yang tidak
dapat diobati dengan berteduh di bawah atap rumah atau pohon-pohon.
Di dalam keadaan mereka yang
sedang bingung, panik berlari-lari ke sana ke mari, mencari perlindungan dari
terik panasnya matahari yang membakar kulit dan dari rasa dahaga karena
keringnya kerongkong tiba-tiba terlihat di atas kepala mereka gumpalan awan
hitam yang tebal, lalu berlarilah mereka ingin berteduh dibawahnya. Namun setelah
mereka berada di bawah awan hitam itu seraya berdesak-desak dan berjejal-jejal,
jatuhlah ke atas kepala mereka percikan api dari jurusan awan hitam itu
diiringi oleh suara petir dan gemuruh ledakan dahsyat sementara bumi di bawah
mereka bergoyang dengan kuatnya menjadikan mereka berjatuhan, tertimbun satu di
bawah yang lain dan melayanglah jiwa mereka dengan serta-merta.
Nabi Syu'aib merasa sedih atas
kejadian yang menimpa kaumnya dan berkata kepada para pengikutnya yang telah
beriman: "Aku telah sampaikan kepada mereka risalah Allah, menasihati dan
mengajak mereka agar meninggalkan perbuatan-perbuatan mungkar serta persembahan
bathil mereka dan aku telah memperingatkan mereka akan datangnya siksaan Allah
bila mereka tetap berkeras hati, menutup telinga mereka terhadap suara
kebenaran ajaran-ajaran Allah yang aku bawa, namun mereka tidak menghiraukan
nasihatku dan tidak mempercayai peringatanku. Karenanya tidak patutlah aku
bersedih hati atas terjadinya bencana yang telah membinasakan kaumku yang kafir
itu.'